Selasa, 30 Juni 2009

BROWNIES FOREVER!

Tahun 1995 aku lulus kuliah. Aku memang tidak langsung pulang ke kampung halamanku karena berniat melamar-lamar pekerjaan. Iseng-iseng dengan temanku, sambil menunggu hasil lamaran pekerjaan, kita bikin kue brownies. Eh, ternyata teman-teman satu kost suka. Satu loyang langsung habis diserbu mereka. Dan mereka meminta kita untuk bikin lagi esok harinya.
Waktu itu kita pakai kompor kost-an dan untuk oven, loyang dan kocokkan tangan, kita pinjam dari tantenya temanku. Sedangkan peralatan lainnya kita usahakan seada-adanya. Kebetulan kue brownies itu adalah kue yang memang sengaja dibuat bantat, jadi kita tidak memerlukan mixer. Cukup pakai kocokan tangan saja. Untuk takarannya kita pakai gelas atau takaran yang memang sudah terukur dari toko bahan-bahan kuenya. Misalnya: gula pasir 1/4 kg, coklat bubuk 1/2 gelas belimbing, telur 4 butir dan lain-lain.
Karena respon dari teman-teman kost-an bagus, besoknya kita coba coba bikin lagi langsung 2 loyang. Yang satunya lagi kita titipkan di kantin kampus. Dan ternyata, sambutannya juga luar biasa. Asal tahu saja, bisnis kami itu berawal dari modal Rp 4000,-. Jadi, pada saat itu untuk membeli bahan-bahan brownies yang terdiri dari: tepung terigu, gula pasir, coklat bubuk, telur, minyak goreng, kacang tanah dan kismis, kita cuma butuh biaya Rp 4000,- saja!
Dari satu loyang kita dapat 36 potong kue. Kami menjualnya per potong Rp 300,-. Jadi dari tiap loyang kami mendapat uang Rp 10.800,-. Hanya dalam jangka waktu 10 hari kami sudah sanggup membeli oven, loyang, kocokan tangan dan malah kompor sendiri. Ya.... kami merasa enggak enaklah....masa buat bisnis peralatannya pinjam terus.
Selanjutnya kami mencoba memasarkan kue-kue tersebut ke toko-toko dan warung-warung terdekat. Praktis produksi kue semakin bertambah dan sedikit banyak itu tentunya menggembirakan kami juga. Karena niat kami yang tadinya iseng-iseng ternyata bisa diterima konsumen.
Transaksi dengan toko-toko besar dilakukan dengan menggunakan faktur. Dan hal ini menuntut usaha kami untuk mempunyai sebuah nama. Setelah berembuk dengan teman-teman, akhirnya kami memutuskan untuk memberi nama usaha kami dengan nama "Infiru Brownies". Kata Infiru, kami ambil dari salah satu ayat Al Qur'an yang bunyinya sebagai berikut:
Infiru wahifafa wa siqola yang artinya "bersegeralah kamu dengan sukarela maupun terpaksa". Ayat ini sengaja kami jadikan inspirasi dalam menjalani usaha ini karena kadang-kadang kalau kami teringat dengan latar belakang pendidikan kami, kami rasanya tidak rela kalau hanya sekedar menjadi 'tukang kue'. Tapi mungkin memang Tuhan mentakdirkan kami untuk menekuni usaha ini. Kemajuan usaha ini malah semakin terlihat dan kemudahan-kemudahan malah semakin ditampakkan. Sedangkan lamaran-lamaran kerja kami tidak membuahkan hasil sedikit pun. Kemudahan yang kami dapat antara lain adalah dengan adanya tawaran dari seorang teman yang bersedia menyewakan motornya sepulang kuliah. Tawaran tersebut kami sambut baim dengan pertimbangan kami ingin memperluas pangsa pasar ke tempat yang lebih jauh. Akhirnya kami menitipkan kue-kue kami ke kantin-kantin kampus di kota kami dan juga toko-toko khusus kue yang sudah memiliki nama.
Dengan semakin meningkatnya jumlah produksi maka peralatan masak pun semakin kita lengkapi dengan membeli peralatan yang lebih fungsional seperti timbangan, takaran, pisau kue, mixer dan peralatan-peralatan kecil lainnya yang bisa mempercepat proses produksi. Bahkan kami pun menambah jumlah oven.
Tahun 1996 aku menikah sedangkan temanku pulang ke kampung halamannya. Usaha ini pun terus dilanjutkan olehku dan aku memperkerjakan 2 orang karyawan untuk produksi. Sedangkan aku menangani manajemen dan pemasaran. Untuk kendaraan oprasionalnya, suamiku menyuruh aku memakai motornya.
Dalam kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2001 perkembangan usahaku hanya berjalan melanjutkan dari yang sebelum-sebelumnya. Relatif tidak ada peningkatan yang berarti. Mungkin karena beberapa faktor antara lain karyawanku yang beberapa kali ganti sehingga aku harus selalu mengajarinya dari awal. Dan hal lainnya adalah dalam kurun waktu tersebut aku sudah melahirkan 3 orang anak, yang tentu saja sangat memecah konsentrasiku.
Melihat keadaan demikian, suamiku berniat untuk turun tangan. Mungkin dia merasa sayang kalau usaha tersebut mengalami kemunduran dan malah bangkrut. Rupanya ia masih melihat potensi berkembang dalam usaha ini kalau seandainya dikelola lebih baik. Hal pertama yang suamiku lakukan adalah dengan menambah karyawan menjadi 4 orang dengan tugas 1 orang pemasaran dan 3 orang produksi. Untuk peralatan masak, kami membeli oven dan mixer yang lebih besar. Kami juga mendaftarkan produk kami ke depkes untuk mendapatkan nomor izin produksi. Hal tersebut kami lakukan untuk menambah kepercayaan konsumen terhadap produk buatan kami. Dan ternyata memang dengan penataan dan pengawasan yang lebih intens, usaha kami menunjukkan peningkatan dalam omzet produksinya.
Dulu kalau bulan ramadhan kami menghentikan produksi, karena pembeli biasanya berkurang. Tapi sekarang kami menggantinya dengan usaha memasarkan kue-kue kering dalam toples untuk Idul Fitri. Kue-kue kering tersebut kami ambil dari seorang rekan yang memang memproduksinya dan kualitasnya lumayan bagus.
Tahun 2004 kami membeli 2 motor khusus untuk pemasaran. Karyawan kami pun bertambah menjadi 6 orang. 2 orang untuk bagian pemasaran dan 4 orang untuk bagian produksi. Terakhir, ada 1 orang karyawan free lance. Dia ikut memasarkan tapi dengan menggunakan motornya sendiri.
Klau difikir-fikir, 14 tahun berlalu tanpa terasa. Walaupun aku sudah tidak terjun langsung mengelola usaha ini, usaha kue brownies merupakan salah satu penopang hidup keluarga kami disamping penghasilan utama dari suami. Aku bersyukur bahwa sampai saat ini selalu ada orang-orang yang menyukai kue brownies. Dan dengan modifikasi-modifikasi tentu orang akan terus menyukainya seperti halnya brownies kukus yang terkenal sekarang ini. Bagiku brownies memang spesial sehingga bagiku juga brownies itu forever!



Sabtu, 27 Juni 2009

GRANDMA'S SOAP


Sejak kami, aku dan suamiku memasukkan anak keempatku sekolah TK A setahun yang lalu, pembantu rumah tangga diberhentikan. Alasannya karena dengan 4 anak masuk sekolah full day, sebetulnya aku punya cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tanggaku. Dan alasan satunya lagi, dengan biaya sekolah yang semakin bertambah, kami ingin melakukan beberapa penghematan. Praktis semua pekerjaan rumah sekarang menggunung dihadapanku.
Setelah berdiskusi dengan suami, kami sepakat untuk mulai membiasakan putri sulung kami beres-beres rumah tiap pagi, dan putri keduaku mencuci piring dan perabotan kecil lainnya. Alhamdulillah, sampai sekarang hal itu terus berjalan walaupun masih banyak kekurangan disana-sini.
Sementara itu aku melakukan pekerjaan mencuci, menjemur dan menyetrika baju, masak kalau libur dibantu oleh kedua putriku atau suamiku. Pekerjaan lain, ya...memandikan si kecil dan mendandaninya. Kedua anakku yang lain, mereka sudah bisa makan dan dibaju sendiri. Paling aku tinggal menyiapkan air hangat saja untuk mandi.
Untuk urusan mencuci baju, meskipun aku mencuci baju dibantu mesin cuci, aku merasa tidak puas hasilnya. Untuk baju-baju sekolah, baju kantor dan baju-baju si kecil yang sangat kotor, aku lebih suka menggosoknya dengan sikat baju. Hasilnya lebih bersih, terutama untuk bagian krah dan ujung tangan.
Tapi yang jadi masalah, kenapa sekarang tanganku tidak cocok memakai sabun krim. Kalau habis nyuci, sela-sela jariku langsung bintik-bintik berisi cairan bening yang rasanya gataaaaal sekali. Bahayanya, kalau digaruk kulitnya langsung berdarah dan gatalnya malah makin melebar. Aduuuh menderita banget deh!
Tangan adalah bagian tubuh yang terbuka. Artinya, kemungkinan dilihat orang sangat besar sekali. Contohnya, ketika kita membeli sesuatu, otomatis tangan kita diulurkan kepada orang lain untuk menyerahkan uang. Atau ketika kita ke undangan dan harus menuliskan nama kita di buku tamu. Pastinya maluuu banget dengan keadaan tangan kita. Apa mereka tidak jijik melihatnya?
Sampai suatu ketika aku mengeluhkan keadaanku ini ke tante pemilik warung sayur. Dia bilang, coba bu pake sabun cap tangan. Aku setuju dan dia menjanjikan untuk membelikannya di Pasar Induk.
Ketika aku melihat bentuk sabun itu, saya jadi ingat nenekku yang sudah meninggal. Sampai akhir hayatnya, beliau selalu setia menggunakan sabun tersebut untuk mencuci baju-bajunya. Bentuknya kotak memanjang dan tidak rapih. Warnanya hijau dan ketika dipakai, busanya sedikit juga baunya enggak wangi. Tapi ternyata setelah aku menggunakan sabun itu, gatal-gatal ditanganku tidak pernah kambuh lagi.
Akhirnya sekarang aku selalu menggunakan sabun tersebut walau pun Si Tante Sayur tidak mau menjualnya satuan. Aku harus membeli langsung satu box yang isinya 20 batang. Harga satu boxnya Rp 55.000,-.Alasannya, sabun ini sudah jarang yang beli, jadi dia gak mau punya stok. Tapi gak apa-apalah, yang penting tanganku selamat dan terjaga keindahannya. Lagian sabunnya juga awet kok.

Ohhh Nenek, gak salah-salah amat Engkau setia memilih sabun tradisional ini.

Selasa, 23 Juni 2009

TETANGGAKU, BUNGA-BUNGA HALAMANKU


Melihat kelakuan para tetangga sering bikin aku bingung. Si A ngomongin si B, padahal baru saja si A sedang bermanis-manis dengan si B. Malah dipinjemin uang segala sama si B.
"Eh, ga sembarangan aku dipinjemin uang sama si B, aku nambahin lho kalo mulangin uangnya?" bela si A.
Aku jadi malah terpancing.
"Masa sih, dan si B mau aja nerima uang tambahannya?"
"O, ya jelas mau. Itu baru sama saya yang masih temannya. Kalau sama orang lain, untuk minjem 2 minggu, dia nge-cas 10%," tambahnya lagi.
"Astagfirullohal adzim,"aku geleng-geleng kepala, ternyata disekitarku masih ada rentenir. Bayangkan saja, sebulan dia ambil 20%? Kalo orang pinjam Rp 100.000,- berarti harus bayar bunga Rp20.000,-.
Sekali lagi aku bilang, astagfirullohal adzim, karena aku ikut penasaran ingin tahu lebih banyak.
Hidup bermasyarakat memang gampang-gampang susah. Harus bisa-bisanya kita menempatkan diri. apalagi dilingkungan yang tingkat kepeduliannya sangat tinggi. Semua...dipedulikan. Telat nyapu depan halaman, disapuin. Telat nyiram tanaman, disiramin. Pagar rumah kebuka, ditutupin. Anak belum makan, ditanyain. Dan....cem macem-macem. Enak? Enak seketika! Pas ketemu, sapaan hangat menjurus panas pun datang.
"Itu lho bu, kasihan bunga-bunganya udah pada layu. Jadi tadi pagi, ta siramin aja. Kasihan banget, bunga-bunga juga punya perasaan lho..."
Sempurna. Seakan-akan aku adalah makhluk yang paling biadab di muka bumi ini.
"Oya..ya...terima kasih, bu."
Sudah. Segitu aja. Karena sepertinya dia tidak berminat mendengar alasanku. Yang ada dia cerita kesana-kemari tanpa memberiku kesempatan menanggapi omongannya. Aku hanya terangguk-angguk dungu.
Ck..ck..ck...rasanya aku ingin diaaam saja di rumah. Pasti banyak hal yang bisa kuselesaikan. Aku pasti bisa selesai mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tanggaku sebelum anak-anak dan suamiku pulang, sambil mendengarkan siaran radio kesayanganku. Aku juga bisa membaca buku-buku, koran atau majalah yang bisa meluaskan wawasanku. Pokoknya banyak hal bermanfaat yang bisa aku lakukan.
Tapi....tidak bisa begitu. Kita tidak hidup di tengah hutan atau gurun sahara. Kita hidup ditengah lautan manusia. Kita harus tahu mereka, walaupun tak bisa selalu menyenangkan mereka. Kita harus peduli mereka, karena mereka pun punya rasa ingin diperhatikan, terutama ketika mereka mendapat musibah. Dan suatu saat yang tidak bisa kita duga, kita pun pasti akan memerlukan mereka.
Tapi yang pasti, ditengah sosialisasi dengan mereka, jadilah diri sendiri. Sapa dan sentuh mereka dengan kepribadian kita. Tidak-ikut-ikutan dan tidak menjauhkan diri. Omongan mereka? Itu kan mereka! Makanya, jadilah diri sendiri.

Senin, 22 Juni 2009

BATITAKU SUDAH BISA MEMBACA!



Kalau kita hendak mengambil sisi positif dari iklan-iklan produk rumah tangga di televisi, iklan-iklan yang merupakan hasil karya para seniman iklan itu memang sudah melewati proses bagaimana supaya menarik perhatian para penontonnya yang jangankan orang dewasa bahkan para balita pun dengan mudahnya menangkap apa yang disampaikan iklan, baik nama produk, lagu, gerakan bintang iklannya dan lain-lain. Hal itulah yang dialami anakku yang baru berumur 2 tahun. Dengan lidah yang masih kelu, dia menyebut nama produk yang diiklankan ketika saya hendak membuang sebuah kemasan kosong bekas pasta gigi.
Aku tanya," mana
pepsodent, de?"
Dia langsung menunjukkan telunjuk mungilnya ke tulisan
Pepsodent yang tertera pada kemasan itu. Lalu aku mengambil kertas dan pinsil, dan kutuliskan kata Pepsodent tersebut di kertas. Kembali aku tanya dia," lihat de? coba baca, ini apa?" sambil kutunjuk tulisan itu.
Kembali dia menjawab, pepsodent. Lalu kucoba menulis merek produk yang lain, seperti Dancow. Dan dia bisa membacanya. Akhirnya kutulis lagi beberapa merek yang lain. Luar biasa, dia bisa menyebutkannya.
Akhirnya aku tanya dia, siapa ini? Sambil tanganku menunjuk diriku sendiri. Dia bilang, Ibu. Lalu aku tulis kata IBU. "Lihat de, baca ini, IBU,"aku tunjukkan tulisan itu ke dia sambil melapalkannya. Dia tertawa dan mengulangi ucapanku, IBU, katanya.
Lalu aku coba dengan kata-kata yang lain yang ada disekitarnya, seperti nama kakaknya, nama stasiun televisi, nama sebuah benda yang sering dia pakai. Ternyata, dia bisa. Ketika keesokan harinya saya tulis lagi, dan saya tanyakan untuk dibaca, dia bisa menjawab.
Sekarang anakku sudah memiliki cukup banyak kosa kata, dan aku yakin dengan kemampuannya membaca lebih awal, dia bisa membuka jendela dunia lebih cepat.

Sabtu, 20 Juni 2009

SIAPA YANG INGIN HADIAH?


Penipuan undian berhadiah tidak pernah berhenti dari pemberitaan media. Kenapa selalu saja ada yang tertipu? Tidakkah mereka mendengar berita-berita tentang penipuan sebelumnya? Masih mending kalau modus yang dilancarkan berbeda. Ini yang terjadi cenderung mirip tapi kenapa tidak bisa menjadi peringatan?
Dalam kondisi serba sulit sekarang, orang cenderung berharap untuk mendapatkan sesuatu dengan mudah. Sehingga mendapatkan materi dengan cara mendapat undian sebagai salah satu harapan. Harapan-harapan seperti itulah yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Sebenarnya kalau kita memiliki keimanan bahwa rezeki itu sudah ditetapkan oleh sang pencipta untuk makhluknya. Kita tinggal mengikuti rumusnya saja, hal apa yang harus dilakukan sehingga mengundang Sang pemberi Rezeki untuk mencurahkan rezekinya kepada kita. Kita harus yakin tidak mungkin Tuhan mensia-siakan makhluk-Nya, padahal Ia sudah menciptakannya. Tuhan pasti bertanggung jawab dengan apa yang telah dilakukan-Nya.
Kewajiban manusia adalah berusaha semaksimal mungkin dengan memberdayakan seluruh yang ada pada dirinya, baik itu ilmu, tenaga, fikiran dan sumber daya yang ada disekelilingnya. Manusia harus jeli dengan seluruh kesempatan-kesempatan yang sudah disediakan. Jangan sampai mudah putus asa menggali seluruh potensi yang ada. Harus terus berupaya dengan tidak mudah menyerah.
Salah satu penyakit yang ada dalam jiwa manusia adalah malas. Nah, hal yang seperti inilah yang menghalangi manusia untuk menemukan pintu rezekinya. Bagaimana akan dapat rezeki, untuk mulai mencari pintunya saja malas. Setelah itu manusia biasanya punya sifat gampang menyerah. Begitu diberi kesulitan sedikit saja, sudah.......tidak mau melanjutkan lagi. Hal-hal yang seperti inilah, yang mendorong orang berharap kepada sesuatu yang tidak memerlukan usaha yang sulit. Mental-mental manusia yang malas bekerja keraslah yang kerap menjadi korban penipuan-penipuan undian berhadiah ini.
Mulai sekarang didiklah diri kita untuk hanya berharap kepada sesuatu yang kita jelas-jelas mengusahakannya. Usaha yang betul-betul memang bisa dihitung secara matematis prosesnya. Sehingga ketika kita mendapat keuntungan, itulah kebanggaan kita. Itulah jerih payah dan hasil keringat kita. Ada kebanggaan dan kenikmatan disitu. Sehingga ketika kita menggunakannya pun betul-betul dimanfaatkan dengan hati-hati, karena kita teringat ketika mendapatkannya tidaklah dengan cara yang mudah.
Bagaiman kalau seandainya kita sudah berusaha tapi gagal. jangan berkecil hati karena Tuhan tahu betul rencananya buat kita. Coba kita periksa lagi motivasi kita dalam mendapatkan rezeki ini. Apakah ada niat yang kurang lurus diantara niat-niat kita? Misalnya, kita ingin pamer kekayaan kalau seandainya kita berhasil? atau mungkin kita belum membayangkan mental yang harus dimiliki oleh kita kalau seandainya kita berhasil. Tuhan mungkin melihat di kita ada kelemahan, bahwa kita belum siap menerima karunia yang besar. Mungkin kita akan lebih jauh kepada-Nya kalau kita berhasil atau mungkin harta yang banyak akan mencelakakan kita.
Jadi sebenarnya apapun yang terjadi pasti tidak lepas dari kasih sayang-Nya. Kita hanya tinggal berusaha dan bersiap menerima takdir-Nya. Bekerja keras dan selalu berprasangka baik kepada-Nya adalah harapan yang lebih baik dimiliki.

Kamis, 18 Juni 2009

JANGAN PUTUSKAN TALI PLASENTA ANAKMU


Ketika seorang bayi menangis. Ada banyak hal yang bisa seorang ibu tafsirkan. Namun setidaknya, sang ibu memahami bahwa menangis bagi bayi adalah cara berkomunikasi. Dari manakah sang ibu tahu apa yang diinginkan bayinya? Tak ada secuil kata pun yang keluar dari mulut sang bayi. Maka ibu bisa memahami keinginan dan perasaan bayi dari perasaannya sendiri. Ketika perasaan bayi dan ibunya "connect", maka dari sanalah akan timbul hubungan batin.
Connecting ibu-anak ini bagaikan sebuah "tali plasenta" yang tidak terlihat. Dan ketika ibu rutin melakukan conect-conect selanjutnya, maka rongga plasenta itu akan membesar dan kulitnya menebal. Artinya hubungan batin ibu dan anak akan semakin menguat.
Seorang ibu yang tidak sabaran menghadapi anaknya yang menangis, tidak akan punya kesempatan membentuk hubungan ini. Dan seorang ibu yang merawat bayinya karena faktor kebiasaan pun akan sedikit mendapat manfaat dari apa yang dia lakukan. Yang harus difahami secara mendasar adalah, bahwa setiap manusia itu diciptakan berbeda-beda. Maka fahamilah bayi ibu sesuai karakternya.
Coba perhatikan bayi kita. Kira-kira ingin apa dia sekarang? Ah, dia baik-baik saja. Dia sudah makan, dia sudah mandi, bajunya rapi, tempat tidurnya rapi. Wajahnya pun memancarkan kenyamanannya. Nah, inilah salah satu cara seorang ibu memahami bayi. Kemudian lihat lagi diwaktu yang lain. Si bayi menoleh ke kanan dan ke kiri. Ujung lidahnya, sebentar-sebentar di keluarkan, dan kadang-kadang ada rengekan-rengekan kecil. Oh...., ternyata dia ingin netek.
Sepertinya hal-hal yang tadi sepele. Tapi tidak, justru hal itulah yang akan membuka gerbang hubungan batin ibu dan anak. Pernahkah kita mendengar seorang anak yang berbohong kepada orang tuanya atau seorang anak yang tidak bisa dikendalikan orang tuanya. Atau Anda mengalaminya sendiri? Kuncinya adalah hubungan batin.
Hubungan batin harus dipelihara terus, jangan sampai menipis dan malah putus. Seorang anak yang punya hubungan batin dengan orang tua, akan tumbuh dengan rasa aman. Dan itu adalah dasar yang kuat untuk membangun kepercayadiriannya. Hubungan batin bukanlah kemanjaan. Justru dengan hubungan batin, kita bisa mendidik kemandirian anak tepat pada waktunya. Dan ini justru akan menjauhkan anak dari kemanjaan. Sebenarnya ada dua hal yang bisa terjadi akibat,pendidikkan kemandirian yang tidak tepat. Kemanjaan atau ketertekanan anak. Apabila kita terlalu cepat mengajarkan kemandirian dalam suatu hal kepada anak, maka anak akan tertekan dan terampas dirinya. Dan apabila kita terlambat, maka anak akan tumbuh dengan kemanjaan dan kebingungan.
Oleh karena itu kepada para orang tua, pastikan bahwa "tali plasenta" anak tetap terhubung dengan kita. Dengan cara, ikuti setiap perkembangan mereka dan pahamilah mereka. Karena setiap manusia itu adalah unik.

Rabu, 17 Juni 2009

ANTARA TAEKWONDO DAN TARI BALET



Menghapus Format dari bidang pilihan
Beberapa waktu lalu, rumah kami kena mati listrik. Biasanya, untuk tetap menghangatkan suasana yang gelap, kami berkumpul dalam satu ruangan. Kali ini aku dan anak-anakku berkumpul di kamar anak-anak. Semuanya tumplek blek, saling silang, dan berbagai kesemwrawutan lainnya nampak disana. Obrolan kami ngaler ngidul kemana saja ngikutin topik-topik yang diangkat serabutan dan akhirnya muncullah topik ini. Aa, anak laki-lakiku yang berumur 7 tahun bercerita tentang kakak perempuannya yang setingkat dibawahnya di klub taekwondo yang mereka ikuti.
"Bu, bu aku jadi ingat, waktu Kakak pertama kali masuk taekwondo, kita kan dilatih gerakan memutar," sambil dia berdiri memperagakan.
Dengan kaki kecilnya yang kokoh dia pasang kuda-kuda, kaki kiri di depan, kaki kanan di belakang dan lutut sedikit ditekuk. Sementara kedua kepalan tangannya disimpan di masing-masing pinggir dada.
"Lihat bu, harusnya kan sambil tangan kanan kita memukul, kaki kiri diputar ke kiri, dan kaki kanan dilangkahkan ke kiri."
Ocehnya sambil terus memperagakan. Wuih, mantap kali bujangku ini, pikirku. Tapi ceritanya belum selesai.............
"Kalo Kakak, kuda-kudanya udah bagus. Tapi pas muternya......., masa kaki kanannya diangkat sebelah, terus badan dan kaki kanannya langsung aja diputer ke kiri. Itu kan malah kayak Tari Balet!!!"
Yang ini pun dia peragakan dihadapan saya. Sontak melihat gerakan balet dia, kami semua tertawa terbahak-bahak sampai sakit perut. Soalnya gak kebayang, ditengah garangnya gerakan-gerakan taekwondo teman-temannya, kok putri kami malah melakukan gerakan tari balet. Namun ketika kulirik Kakak, dia cuma mesem-mesem saja.
Memang, selama ini aku punya "kecurigaan". Dari gerak-gerik tubuhnya, putriku yang satu ini mungkin punya bakat menari. Kelenturan badannya seakan-akan sudah tercetak begitu saja. Sebenarnya saya ingin menyalurkan dia ke semacam les tari. Tapi ya...mungkin suatu saat akan ada kesempatan yang tepat.
O,ya karena aku juga tidak melihat langsung kejadiannya, tak haruslah cerita ini dipercaya 100%. Mungkin memang imajinasi Aa saja yang berlebihan. Dipikir-pikir memang lebih lucu dia yang memperagakan karena aku langsung melihatnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...