Sabtu, 12 September 2009

PIZZA-PIZZI VERONICA MANIA (cerita fiksi yg belum selesai...)

karangan: Maryam (11 th.)

Hujan mulai gerimis, mataku serasa buram, hujan semakin deras. Kulihat samar-samar bayangan hitam. Semakin besar, semakin besar, dan semakin besar. Tiba-tiba terlihat cahaya yang sangat terang. Aku merasa terserap oleh cahaya itu. Dan kemudian aku merasa melayang di udara. Ruangan di sekelilingku gelap dan hampa. Aku merasa akan jatuh, tetapi aku tidak bisa bergerak. Bahkan aku tidak melihat tubuhku sendiri. Aku merasakan buta. Tiba-tiba tubuhku terasa basah seluruhnya. Kemudian aku tak ingat apa-apa.

Aku membuka mata, kepalaku terasa pening. Kemudian aku sadar sepenuhnya. Aku berada di dataran yang tidak rata. Aku melihat ke atas bintang-bintang terasa sangat dekat. Aku melihat ke samping. Aku terhenyak, bulan terlihat sangaaat besar. Aku kemudian berdiri. Aku meninggalkan rompiku ditempat itu. Aku mencoba menyusuri tempat yang sama sekali tidak kukenal ini. Ditempat ini tidak ada yang istimewa. Kurasa aku akan mati kelaparan ditempat ini. Di sini Cuma ada bebatuan besar ataupun kecil. Kemudian aku menemukan rompiku kembali. Ah, aku telah kembali ke tempat tadi.
Aku pakai lagi rompiku dan tertunduk lesu. Kemudian aku mendengar derap kaki, kemudian aku menoleh ke segala penjuru. Tidak ada siapapun disana. Kemudian aku kembali termenung. Tiba-tiba ada yang memukul punggungku dengan keras. Dan aku tidak sadarkan diri.

Namaku Veronica Jean, teman-tmanku biasa memanggilku Veron. Aku duduk di kelas 6 sekolah dasar. Aku hidup di keluarga yang saling menyayangi. Ayahku bekerja disebuah percetakan, sehingga hidup kami bisa dibilang pas-pasan. Sebulan yang lalu datang seorang sales sepeda ke rumahku. Aku sangat ingin memiliki sepeda, tetapi aku mengerti kesulitan ekonomi keluargaku. Karena saking inginnya aku memutuskan bekerja di sebuah kedai pizza. Kedai itu cukup terkenal dan satu-satunya di kotaku. Aku bekerja sebagai pegantar pizza. Suatu hari seseorang memesan pizza dengan jumlah 4 kotak! Dengan semangat aku berangkat, dan saat itulah petualanganku dimulai.

Perlahan-lahan kubuka mataku aku melihat seberkas cahaya remang- remang. Ternyata cahaya itu berasal dari sebuah obor. Kemudian aku mencoba bergerak ternyata kaki dan tanganku diikat dengan kuat. Aku melihat ke sekeliling, ternyata aku berada di sebuah penjara! Di samping penjara ada mahluk yang menjaga. Bentuknya seperti gurita dengan mata sangat besar di dahinya dan memiliki 4 kaki. Warnanya ungu tua yang terlihat berlendir. Aku tidak mau melihatnya karena melihatnya membuatku ingin muntah. Mahluk itu menoleh dan menyadari bahwa aku sudah sadar sedari tadi. Ia membuka pintu penjara dengan menendangnya sehingga menimbulkan suara berdebam yang memekakkan telinga. Mahluk itu menggiringku melewati lorong-lorong yang gelap. Akhirnya tibalah kami di sebuah ruangan.

Ruangan itu sangat luas dan terang, ditengah ruangan itu ada singgasana yang tinggi dan diduduki oleh mahluk hijau seperti tokoh di film Shrek. Tubuhnya juga berlendir seperti para pengikutnya.

“Futredsajikhobfixu.”

Aku tak tahu apa yang mahluk itu katakan tetapi aku yakin ia bicara padaku. Kemudian ia berbisik pada pengawalnya, dan pengawalnya pun pergi. Tak berapa lama pengawal itu kembali membawa sebuah kantung.

“Hujrhfkojkaolt!”

Pengawal itu mendekatiku dan tanpa basa-basi ia memaksaku menelan benda aneh yang lembek. Akhirnya akupun menelannya.

Rasanya sama sekali tidak enak, seperti memakan roti yang telah dicelupkan ke teh dingin selama 1 jam. Rasanya juga tidak manis, seperti campuran pahit dan asam dengan lendir yang sangaaaat banyak tetapi sangat susah ditelan.

“Siapa namamu?”

Aku agak jengkel dengan bentakan itu. Aku hampir sekarat dengan makanan aneh itu, mereka malah membentakku?! Tapi, hei tunggu dulu, mengapa aku mengerti bahasa mereka?

Ternyata makanan menjijikan ini menerjemahkan bahasaku dengan bahasa mereka. Sekali lagi suara itu membentakku.

Akhirnya aku menjawab, “ Namaku Veronica!” jawabku tak kalah kerasnya.

“Dasar penyusup, tak tahu malu kamu! Beruntung kamu tidak kami bunuh!” salah satu dari pengawalnya bicara.

“Aku lebih baik mati dari pada melihat mahluk menjijikan seperti kalian!” balasku tak mau kalah.

Pemimpin mahluk itu terlihat sangat sebal dengan perkataan terakhirku.

“Baik kalau begitu…” ucap sang pemimpin. “Kalau itu maumu. Pengawal, masukkan saja dia ke penjara!”

Tentu saja aku terkejut, mereka akan membuat aku mendekam di penjara, dan aku tak dapat membayang seberapa menjijikan penjara di sini.

Kemudian para pengawal itu menggiringku melewati lorong-lorong. Dalam perjalanan aku tak dapat memikirkan apapun. Dan tiba-tiba saja dalam kepalaku muncul bayang-bayang ayahku. Ayahku pasti sangat sedih bila mengetahui keadaanku sekarang. Saat sampai di sebuah ruangan gelap aku melihat begitu menjijikan tempat itu. Banyak bangkai tikus dan lumut di pinggiran dinding. Tepat sebelum aku dimasukkan kedalam penjara, aku berkata pada para pengawal bahwa aku bersedia menjadi pengikut mereka. Maka aku pun kembali ke ruangan besar itu.

“Hei, mengapa kalian membawanya ke sini lagi!” kata sang raja saat kami sampai di ruangan itu lagi.

Kemudian salah satu pengawal membisikkan sesuatu kepada si raja.

“Mmm… baiklah, kalau begitu apakah kamu bisa memasak?” tanya si raja.

Kemudian aku teringat sesuatu, aku sangat sering melihat Annie, pembuat pizza saat ia sedang membuatnya. Tapi aku tidak yakin bisa membuatnya, aku belum pernah mencoba membuatnya. Tapi apa boleh buat dari pada aku dipenjara oleh mereka.

“Baiklah akan kucoba,” jawabku walau aku sendiri tak yakin.

Kemudian mereka membawaku melewati lorong-lorong lagi. Lorong itu penerangannya sangat kurang.
Tetapi saat kubuka pintu dapur, disana terang seperti di ruang tengah tadi. Lalu aku masuk dan melihat-lihat, ternyata alat masak yang ada di sini sangat modern. Aku baru melihat hal seperti itu, baru sekali saja saat ada festival memasak di hotel bintang lima di ibu kota.

Kemudian aku memulainya. Pertama, aku membuka lemari-lemari kecil yang berada di samping panggangan. Dan aku terkejut, semua bahan makanan ada di sini!

Aku mengambil sekantung terigu dan memasukkanya kedalam baskom, aku menambahkannya dengan air dan mengaduknya. Ketika semua adonan telah tercampur, aku mengeluarkan adonan itu dari baskom dan meratakannya dengan penggiling adonan. Setelah cukup rata aku memberikan topping diatasnya berupa saus, kemudian tomat, daging cincang, jamur, sayuran, dll. Aku memasukkan ke dalam oven dengan panas 37 derajat Fahrenheit. Kemudian dipanggang dalam waktu 30 menit. Tak berapa lama pizza itu matang, aku mewadahinya dengan piring besar dan menutupinya dengan tudung saji dari alumunium.

Saat aku keluar para penjaga telah menunggu, kami pergi lagi ke ruang tengah. Setelah sampai, aku menyimpannya diatas meja dan aku mundur beberapa langkah. Saat tudung dibuka menyeruaklah bau sedap yang dapat meneteskan air liur. Si raja sudah tidak sabar sehingga melompat dari singgasananya ke bawah. Ia langsung melahap makanan yang terhidang di meja dalam beberapa gigitan saja. Kemudian pada gigitan terakhirnya ia mencoba menikmatinya. Ia terdiam, semua orang menunggu, menunggu, dan menunggu.

“Hmm…rasanya, rasanya sangat luar biasa!” teriak si raja

“Apa nama makanan ini?” tanyanya lagi.

“Di tempatku itu disebut pizza” jawabku.

“Buatkan lagi untukku yang banyaaak, banyak sekali!”

“Pengawal!!. Bawakan seluruh bahan, oven, dan para juru masak kesini!” perintah raja kemudian.

Hah, menurut mereka masakanku enak. Aku tak percaya, dan ketika aku termangu sekitar 10 detik, apa yang diminta si raja telah ada di hadapanku.

“Tapi raja, aku ingin resep ini dirahasiakan, aku tidak ingin semuanya mengetahui resep ini.”

“Baiklah, nanti akan aku hilangkan pikiran mereka. Pengawal bawakan alat itu!”teriak si raja.

Pengawalpun mengambilkan alat yang diminta sang raja. Alat itu seperti pistol bentuknya.

Kamis, 10 September 2009

PETUALANGAN JOE HARVEST DI PLANET TORTEKLO (belum selesai...)

KARANGAN: FATIMAH HUSNA SALSABILA (10 th.)

Sang mentari bersinar dengan teriknya. Hari ini hari pertama musim panas. Sebentar lagi teman-temanku datang. Sekolahku sedang libur musim panas, jadi kami berencana main di ladang gandum ayahku.
Hmm..waktu-nya teman-temanku datang di ladang ayah.
Ow..ladang gandum ayahku hilang sebagian! dan bentuknya bunga matahari!
Aku pun berlari ke rumah dan menceritakannya pada ayahku. Ayahku segera menelpon polisi. Aku sangat ketakutan, tubuhku menggigil, bulu kudukku merinding. Aku takut dimarahi ayahku
Polisi berdatangan disertai wartawan dari berbagai stasiun televisi, radio dan koran. Mereka mewawancarai ayahku. Selain itu para ilmuwan datang. Mereka datang untuk membuktikan keberadaan UFO.
Namaku Joe, Joe Harvest. Umurku 10 tahun pada bulan Januari lalu. Aku tinggal di Perm, sebuah kawasan pertanian di negara Rusia . Selain itu, aku adalah anak dari petani gandum yang cukup kaya. Ladang ayahku di mana-mana.
Di sekitar tempat tinggalku ini, aku punya 4 sahabat yaitu; Linda Milian, Chili Traviolta, Victor Vaughn dan Dwayne Thurman. Kami biasa disebut 5 sekawan, karena kami sangat akrab sekali dan selalu bermain bersama-sama.
Setelah datang kejadian yang menghebohkan itu, akhirnya kami sepakat untuk mengisi liburan musim panas ini dengan melakukan penyelidikan. Kami penasaran sekali ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Kami membagi-bagi tugas untuk mencari petunjuk. Aku mencari di bagian timur, Linda di barat, Chili di selatan, Victor di utara dan Dwayne di tenggara.
Ibuku menyediakan lima gelas sirup dan biskuit keju dengan krim lembut diatasnya. Kami mencari terus-menerus dalam 2 jam tapi tidak ada petunjuk. Akhirnya Chili menemukan sepotong umbi yang digoreng dan terlihat renyah. Mungkin karena memakai tepung goreng.
“Mengapa alien suka umbi yang digoreng ya?” pikirku dalam hati. “Ah…biarlah kalau mereka suka. Toh berarti mereka tak akan makan kita, bangsa manusia”.
Keesokan harinya, saat ayah-ibuku pergi ke rumah nenek yang sakit, para alien mendarat lagi di ladang milik ayahku dan kebetulan aku melihatnya mendarat.
Aku keluar dari rumah dengan mengendap-endap dan aku mendengar suara alien berkata “indopritingused” dan pintu itu terbuka. Setelah para alien keluar semua terdengar suara lagi yaitu “kuinusedboiku”.
Para alien yang bentuknya aneh seperti cumi-cumi dengan badan kambing berwarna polkadot hijau tua plus merah muda membuatku muak juga mual.
Setelah mereka pergi, aku mengucapkan kata kunci untuk membuka pintu. Dan agar mereka tidak curiga aku menutupnya kembali.
Disana aku melihat-lihat kapal. Pertama aku mengunjungi kokpit pesawat. Duh, aduh bikin pusing saja tombol-tombolnya. Ada yang lingkaran merah besar yang dibawahnya ada tulisan “blaprito” kecil. Ada segitiga kuning dan yang paling banyak persegi hijau. Aku terus berjalan. Makin aku terus berjalan. Makin bayak benda aneh. Aku menyadari aku telah berada di tengah-tengah pesawat.
Tapi tiba-tiba……
“Oh tidak! Pesawatnya jalan” kataku setengah berteriak.
“Ah, tapi sudahlah. Toh aku tak bisa berbuat apa-apa lagi.”
Rasa penasaranku yang kuat membuat aku tidak berfikir jauh. Aku melanjutkan “jalan-jalanku” di pesawat itu. Aku memasuki sebuah pintu dan ternyata di dalamnya ada anak laki-laki seumuranku yang sedang tidur di atas ranjang yang tampaknya amat empuk dan dengan seprai bergambar Ben 10.
Saat aku membuka pintu, pintu itu berdecit sehingga orang itu bangun.
“Hmm, tampaknya orang itu orang ….orang……oh iya orang Asia. Dari…dari mana ya? Ouw aku ingat salah satu negara di Asia Tenggara, mungkinkah dari Indonesia? Di internet dikabarkan, Indonesia itu banyak pejabatnya suka korupsi!” pikirku mengingat-ingat.
“Hei kok bengong sih?” tanya anak itu setengah teriak yang membuatku kaget dan membuat jantungku hampir copot.
“Eeh, aku tidak apa-apa kok!” kataku yang kaget setengah mati.
Anak itu tiba-tiba memperkenalkan diri.
“Hai! Namaku Toni, lengkapnya Toni Hartono aku dari kota Bandung, Indonesia”.
“Tuh kan benar. Dia dari Indonesia,” pikirku.
“Lho kok bengong lagi sih?” teriaknya sambil mengguncang-guncang tubuhku.
“Iya…iya aku Joe Harvest dari Perm, Rusia,” keluhku masih bingung.
“Eh…ngomong-ngomong bagaimana caranya kamu sampai di sini?” tanyanya sambil menarikku ke kasur.
“Kalau kamu?” aku malah balik tanya. Sebenarnya aku tak peduli pertanyaannya karena aku sibuk melihat ke seluruh bagian kamar.
“Hmm…arsitektur kamarnya bagus sekali. Padahal ini roket,” ujarku masih tak peduli sedikit pun.
“HEEI..! KALAU ORANG NANYA, JAWAB DONG!!!!!” bentaknya jengkel.
Tapi aku tetap tak peduli (he..he..he).
“DENGAR GAK SEEH!!!” bentaknya lagi, tapi yang ini lebih lebiiihhh keras.
“Iya..iya..aku dengar kok!” keluhku sambil terkekeh.
“Nyebelin! Bikin serak saja sih!” umpatnya kesal.
“Biarin…week!” ejekku.
Tapi tiba-tiba…..PLEETAK!!!.
“Aduuh, kok kepalaku kamu pukul sih!?. Sakit tauk!!!!” keluhku manja.
“Jangan main-main ya, aku pemilik sabuk merah taekwondo tauk!” bangganya menyombongkan diri.
“Huu.. sombong, sombong,” soraiku.
“Eeh mengejek lagi! Mau aku pukul lagi?!!!” marahnya tampak tak terbendung lagi.
Ooh tidak…., dia benar-benar akan memukulku.
“Eee… iya iya jangan pukul aku. Maaf ya..? ya..? ya?!, please…….,”pintaku.
“Tidak..tidak! kau sudah keterlaluan. Kau harus diberi pelajaran. Akan tetap ku pukul kamu,” katanya gusar, sambil pasang kuda-kuda.
Tapi tiba-tiba…..
“Eitts ada apa ini Ton?” cegah mahkluk kepala cumi cumi itu, muncul tanpa sepengetahuanku.
“Ini nih ada orang yang kurang ajar. Sebaiknya kita beri pelajaran. Kau mau ikut beri dia pelajaran Gop?”
“Jangan Ton! kita ajak saja dia ke planet tujuan kita, planet Torteklo, planet tercinta.”
Makhluk yang dipanggil Gop itu mencoba mengalihkan perhatian Toni. Dan aku merasa tertolong olehnya. Walaupun aku merasa kurang suka melihat rupanya, tapi dia pahlawanku hari ini. Pahlawan dari kemarahan Toni. Aku berhutang budi pada mahkluk itu.
Mereka pun membawaku ke planet mereka, planet Torteklo. Aku ikut saja dengan mereka karena mereka tampaknya baik dan tidak akan menyakitiku sama sekali.
“Tapiii, mungkin gak ya mereka jahat dan ini sebelumnya sudah mereka rencanakan untuk menipu diriku? Aah…itu kan cuma pikiranku saja, tidak mungkin mereka jahat dan akan menipuku, lagipula ada Toni dan perasaanku mengatakan Toni pasti tidak jahat,” pikirku dalam hati.
Aku ingin menghilangkan firasat buruk itu. Namun, rasanya tetap ada yang mengganjal di hatiku. Rasanya membuat jantungku berdebar-debar. Sulit sekali dihilangkan untuk anak kecil sepertiku.
Memang sih, aku ini menurut teman-temanku agak-agak cengeng juga penakut. Tapi, aku tak pernah percaya omongan mereka tentang hal itu. Aku menganggapnya hanya sebagai lelucon murahan dari teman-temanku yang ngiri padaku. Aku hanya merasa, aku memang lebih sensitive dan selalu terlalu memikirkan sesuatu hal. Tapi bagiku, itu adalah kelebihanku, you know! Namun ternyata, kenyataannya sekarang aku benar-benar takut. Aku termenung di dek pesawat lama sekali hingga tiba-tiba ada yang berteriak.
“Horeee…. sampai! Aku rindu planet ini. Horeeee…..!” katanya kegirangan.
“Tenanglah, Pros…tenang!” kata yang satu lagi mengingatkan.
Di antara mereka tak ada Toni.
“Sungguh aneh!” heranku.
Aku segera berlari ke kamar Toni tapi ia tak ada.
“Biarlah. Kalau malah mencari dia, nanti aku tak bisa lihat planet ini. Aku ingin tahu seperti apa planet ini,” pikirku.
Aku pun keluar dan melihat suatu pemandangan yang sangat baru dan cukup ganjil bagiku. Ternyata planet iniiii….
“Wah, aneh sekali planet ini!” kataku.
Planet ini penuh tanaman umbi.
“Menakjubkan!” kataku dengan mata terbelalak.
Planet ini seluruhnya berasal dari umbi-umbian. Mobilnya dari umbi dan mengeluarkan bau gas Amoniak yang samar-samar. Tapi, anehnya gas itu tidak membuatku pusing. Selain itu, rumahnya juga sama yaitu; sama-sama dari umbi dan mengeluarkan bau gas amoniak juga. Dan tetap aneh, gas itu tidak membuatku pusing sama sekali. Sepertinya tubuh dan penciuman kami langsung bisa menyesuaikan diri dengan keadaan ini. Mungkin karena gas yang dihasilkan berasal dari bahan alami atau
mungkin udara yang kami hisap mengandung zat yang bisa menetralisir. Tak tahu lah, pokoknya semua serba aneh!
Aku tinggal di sebuah rumah kosong di pinggir kota. Walaupun itu rumah kosong, rumah itu masih bagus.
Tiba-tiba aku mendengar sebuah suara. Tampaknya itu suara pintu karena suaranya “kreek”berdecit keras Aku mengintip dari balik tembok. Ternyata . mahkluk kepala cumi itu. “Siapa ya dia?” pikirku bingung.
Sementara itu di bumi,
“ Eeh, Joe mana ya?”Tanya Dwayne bingung.
“ Kita ke rumah Joe saja yuk!” ajak Linda.
“yuk!!” kata yang lain.
Tetapi, saat Chili memencet bel, tidak ada yang membuka pintu. “tok,tok,tok ada orang di dalam?” kata Victor. (belum selesai............)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...