Kamis, 12 Januari 2012

Seluk Beluk tentang Lomba Menulis


Oleh : Ririn Handayani | 26-Mar-2009, 21:52:37 WIB

(Inilah salah satu tulisan yang sering saya baca lagi dan lagi. Terima kasih Mbak Ririn...)

KabarIndonesia - Mungkin banyak di antara kita yang hingga kini belum bisa membaca potensi yang Allah karuniakan pada diri kita. Percayalah bahwa setiap makhluk diciptakan dengan potensinya masing-masing.

Jika kita termasuk orang yang belum bisa membaca potensi diri, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengenal diri. Sesorang tak akan mengenal Tuhannya sebelum ia mengenal dirinya. Bagaimana cara mengenal diri? Pertama, tanyakan apa yang Anda suka. Kedua, tanya apa yang Anda inginkan?
Ketika Ayat-ayat Cinta Habiburrahman Elshirazy dan Laskar Pelangi Andrea Hirata meledak di pasaran, saya termasuk orang yang juga berambisi membacanya.

Ada tiga motivasi besar yang melatarbelakangi. Pertama, antara 10-15 persen motivasi saya adalah ingin tau alur ceritanya; sekitar 30 persen lainnya saya ingin belajar bagaimana cara dan karakter tulisan mereka sebagai referensi. Sedangkan lebih dari 50 persen sisanya, saya ingin menulis dan menghasilkan karya nyata seperti mereka. Ya, motivasi terbesar saya membaca buku-buku mereka adalah motivasi yang berorientasi pada produksi, sementara tujuan konsumtif hanya menempati sejumlah kecil persen saja.

Bakat seseorang juga bisa dinilai dari caranya menyikapi keadaan. Orang yang memiliki bakat terhadap suatu bidang, biasanya ia bisa melihat peluang dari bidang yang diminatinya tersebut. Suatu penglihatan atau feeling yang mungkin tak terlihat, tak terpikirkan atau bahkan dianggap tidak mungkin oleh orang lain.
Jika Anda sudah mengenal diri dan potensi yang Anda miliki, maka saatnya untuk focus dan membangun impian. Teruslah berlatih dan jangan pernah menyerah. Jangan pula melewatkan kesempatan untuk menjadi seorang pemenang.

Formula ini berlaku pada bidang apapun yang Anda minati. Termasuk dunia menulis.
Khusus untuk bidang menulis, ada banyak hal pada diri kita yang sebenarnya dapat kita maksimalkan untuk mendukung minat dan bakat yang satu ini. Potensi yang barangkali belum kita sadari atau bahkan selama ini lebih kita kenali sebagai kekurangan diri. Sebagai contoh, sejak kecil saya suka melamun. Dalam persepsi umum, melamun identik dengan berdiam diri dengan tatapan kosong, alias bengong. Suatu keadaan yang dikhawatirkan akan berpotensi masuknya makhluk lain pada diri yang bersangkutan.

Pendapat dan kritik terhadap hobi saya yang satu ini sempat juga membuat saya khawatir dan mencoba membatasi diri melamun agar jangan sampai “kerasukan”. Tapi lama-lama setelah saya bisa berpikir dengan sedikit lebih cermat, apa yang harus saya khawatirkan dengan “melamun” berlama-lama? Kalaupun orang lain menilai itu terlihat blank, saya merasa tidak demikian. Ketika terlihat melamun, memakai istilah yang sedikit kreatif, sebenarnya saya sedang berimajinasi; memikirkan sesuatu atau sedang berkomunikasi secara intrapersonal dengan diri sendiri. Dan saya rasakan, begitu banyak manfaat yang bisa saya dapatkan dari kegiatan “diam” tersebut.

Hal lain dalam diri yang sebelumnya saya anggap sebagai kelemahan tetapi kemudian ternyata memiliki manfaat yang luar biasa adalah tipologi saya yang sangat perasa. Sejak kecil pula, saya sudah terbiasa memasukkan hal-hal kecil baik perkataan, perbuatan atau peristiwa, ke dalam hati.

Memikirkannya berhari-hari bahkan berminggu-minggu hingga tak enak makan dan tidur bahkan tak jarang diikuti dengan menangis yang juga bisa berlangsung lama. Keluarga banyak menasehati agar kebiasaan yang satu ini dikurangi karena menyiksa diri sendiri. Memang benar apa kata mereka. Masalahnya saya tidak bisa begitu saja mengusirnya, sifat ini seolah sudah menyatu dengan diri saya.

Seiring dengan proses pengenalan diri yang terus menerus saya lakukan dan percaya bahwa Allah memberikan sesuatu bukan tanpa alas an dan tujuan, Alhamdulillah ternyata kebiasaan yang dulu saya anggap sebagai kelemahan dan menyiksa diri, justru sangat membantu saya dalam mengembangkan hobi dan aktivitas saya menulis.

Berperasaan berlebihan yang dulu saya gunakan untuk merasai segala sesuatu yang terjadi, kini saya gunakan secara selektif hanya untuk hal-hal yang memiliki nilai manfaat. Merasai dengan mendalam hal-hal kecil yang mungkin terlihat biasa atau bahkan tak terpikirkan oleh orang kebanyakan menjadi sebuah ide besar untuk sebuah tulisan yang ternyata kemudian beberapa kali justru menghantarkan saya menjadi pemenang dalam kompetisi menulis. Berperasaan secara berlebihan kini sangat membantu saya menangkap banyak inspirasi yang berserakan di sekitar kita.

Selain melamun dan berperasaan secara berlebihan, saya percaya masih banyak potensi dalam diri kita yang bisa kita gali dan kemudian dioptimalkan untuk mendukung bakat dan minat kita dalam bidang tertentu. Anda yang suka bicara, mungkin berbakat menjadi MC atau wartawan. Anda yang suka berteman, bisa memanfaatkan itu sebagai jaringan yang potensial untuk bidang pemasaran dan sebagainya. Percayalah, bahwa Allah mengaruniakan segala sesuatu bukan tanpa tujuan dan alasan. Jika setelah kesulitan pasti ada kemudahan, maka InsyaAllah di balik kekurangan juga ada kelebihan. Bergantung sisi mana yang ingin lebih kita tonjolkan. Bergantung pula sebesar apa upaya kita untuk mengarahkannya.

Berkompetisi, Siapa Takut?
Ada banyak cara dan sarana untuk mengaktualisasikan diri dalam dunia tulis menulis. Untuk yang suka fiksi, bisa mengaktualisasikannya dalam bentuk cerpen atau novel. Mengirimkannya ke media atau menerbitkannya menjadi sebuah buku. Untuk yang suka menulis artikel ilmiah populer, media cetak memberi ruang cukup terbuka untuk beraktualisasi diri. Ada satu sarana lagi yang bisa dimanfaatkan baik untuk yang suka fiksi atau tulisan ilmiah populer, yakni kompetisi menulis.
Siapapun bisa menjajal kemampuan diri dalam menulis melalui kompetisi ini.

Anda yang hobi menulis, atau Anda yang bingung tidak tau harus ke mana mengirimkan tulisan untuk mendapat apresiasi, atau Anda sekalipun yang merasa tak bisa menulis namun ingin belajar menulis, bisa menjadikan ajang ini sebagai sarana belajar, aktualisasi sekaligus apresiasi diri. Bagi yang memang hobi dan sudah bisa menulis, mungkin tidak terlalu sulit untuk melangkah sedikit lagi menuju arena kompetisi. Namun bagi yang baru mulai belajar dan menemui sekian kendala untuk menulis, kompetisi menulis mungkin terasa begitu utopis. Bagaimanapun, jangan takut dan mudah menyerah. Tidak ada yang tidak mungkin meski sulit untuk mewujudkannya.

Ajang yang satu ini memang belum sepopuler kompetisi lain seperti dalam bidang musik ataupun olahraga. Terlebih dalam pandangan generasi muda. Kompetisi menulis masih dianggap sangat prestisius hanya untuk kalangan yang berintelektualitas tinggi. Mindset inilah yang menjadi salah satu hambatan utama kurang membludaknya minat masyarakat seperti pada kompetisi lain. Tidak mengherankan jika dalam beberapa kompetisi menulis yang pernah saya ikuti, peserta dan pemenangnya ya itu-itu saja. Sayang, padahal banyak manfaat dan keuntungan yang bisa kita peroleh di dalamnya.

Dalam rangka mengembangkan budaya dan kemampuan menulis, kompetisi menulis merupakan sarana yang tepat untuk belajar sekaligus untuk melihat kemajuan proses belajar itu sendiri. Berbeda dengan jika mengirimkan tulisan ke media massa atau penerbit, umumnya kita harus menunggu berbulan-bulan bahkan bisa satu tahun lamanya untuk mendapat kepastian apakah tulisan kita layak muat atau tidak. Dalam kompetisi menulis, cukup 1-2 bulan bahkan terkadang hanya dalam 2 minggu kita akan tau bagaimana nilai tulisan kita. Jika menang, berarti tulisan kita bagus. Alhamdulillah.

Tapi jika kalah alias tidak menang, berarti kita harus belajar lebih baik lagi. Dari segi honor, nominal yang kita dapatkan dari lomba menulis jika beruntung, bisa sepuluh kali lipat atau bahkan lebih dari honor yang kita dapat dari pemuatan tulisan di media cetak. Manfaat lain dari kompetisi menulis, khususnya karya tulis ilmiah populer, adalah melatih kita bersikap kritis dan inovatif dalam menyikapi perubahan dan persoalan aktual yang terjadi di sekitar kita.

Tidak menutup kemungkinan, pemikiran dan ide yang kita sumbangkan dapat memberi kontribusi dalam mencari solusi alternatif. Lebih spesifik terkait dengan upaya membangun mentalitas dan budaya konstruktif, kompetisi menulis dapat mengakselerasi terciptanya budaya menulis. Budaya menulis tidak akan terbangun kokoh tanpa ditunjang oleh budaya membaca yang baik. Dua budaya dapat terbangun sekaligus. Di sisi lain, kompetisi akan memberi pengaruh positif terhadap terbentuknya mentalitas berani bersaing. Suatu karakter yang harus dimiliki oleh masyarakat suatu negara yang tidak ingin tergilas roda globalisasi.

Apa, Siapa, Kapan dan Bagaimana?
Seluk beluk tentang kompetisi menulis yang akan saya bahas di sini memiliki kecenderungan lebih pada ilmu-ilmu social meski tidak menutup kemungkinan memiliki persamaan atau dapat diaplikasikan dalam kompetisi menulis di bidang eksakta khususnya yang bersifat non-eksperimen.

Ada beberapa nama yang biasa digunakan untuk menyebut kompetisi atau lomba menulis. Antara lain lomba menulis, lomba karya tulis, lomba karya tulis ilmiah, atau sayembara menulis. Kesemua nama tersebut sebenarnya memiliki makna yang kurang lebih sama, yakni sebuah kompetisi menulis tentang suatu tema yang telah ditetapkan. Tulisan yang disertakan dalam lomba memiliki unsur keilmiahan, dapat dipertanggungjawabkan serta diharapkan dapat memberi solusi alternatif terhadap permasalahan yang dijadikan tema lomba.

Kata “ilmiah” seringkali menjadi momok yang menakutkan. Padahal tidak selalu begitu. Keilmiahan dalam konteks lomba menulis dapat diartikan sebagai suatu pemikiran yang disampaikan melalui tulisan yang mampu menganalisa permasalahan berdasarkan pemikiran, opini, konsep maupun teori yang dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki nilai manfaat dalam bahasa dan penyampaian yang mudah dipahami.

Tidak terlalu muluk kan? Hanya saja, kata “ilmiah” akan memiliki makna lebih jika si penyelenggara lomba menulis adalah lembaga pendidikan seperti Dikti, Diknas, Perguruan Tinggi atau LIPI. Ilmiah dalam konteks ini tidak hanya dalam arti substansial tetapi juga dalam tataran teknis penulisan/penyampaian. Formatnya kurang lebih seperti skripsi. Detil dan lengkap mulai halaman sampul (cover) hingga daftar pustaka. Lomba keilmiahan semacam ini biasanya hanya diperuntukkan bagi kalangan internal dunia akademis, seperti pelajar, mahasiswa, guru dan dosen.

Di luar itu, begitu banyak lomba menulis diselenggarakan sepanjang tahun. Dan sebagian besar bahkan hampir semuanya lebih menekankan keilmiahan dari segi substansial. Lomba menulis semacam inilah, khususnya di level tingkat nasional, yang akan saya bahas lebih lanjut.
Sedikit sekali even kompetisi menulis yang diserbu banyak peserta. Salah satunya yang masih saya ingat adalah The Power of Dream Honda pada tahun 2001 dengan jumlah tulisan yang hampir 1.500. Selebihnya biasanya tidak lebih dari 200 peserta, itupun akumulasi dari berbagai kategori mulai pelajar SMP, SMU, mahasiswa, hingga umum dan wartawan.

Lomba menulis sendiri biasanya dibagi dalam beberapa kategori. Empat kategori yang paling umum adalah pelajar, mahasiswa, wartawan dan umum. Adakalanya suatu lomba hanya ditujukan untuk kategori tertentu, sering terjadi mencakup beberapa kategori sekaligus. Pastikan Anda memenuhi kategori yang ditentukan penyelenggara karena jika tidak, sebagus apapun tulisan Anda, Anda akan tetap didiskualifikasi. Berikut beberapa hal terkait lomba menulis yang penting untuk kita ketahui.

Waktu, Penyelenggara dan Tema
Ketiga item ini biasanya saling terkait. Sepanjang tahun sebenarnya banyak sekali lomba menulis yang diselenggarakan. Waktu penyelenggaraan biasanya bertepatan dengan momen atau hari jadi suatu lembaga atau organisasi yang biasanya langsung merangkap menjadi panitia penyelenggara.

Temanya biasanya disesuai dengan tema dan penyelenggaranya. Sebagai contoh, dalam rangka hari Koperasi. Lomba biasanya diadakan menjelang tanggal 12 Juli, bertepatan dengan hari jadi Koperasi. Penyelenggara biasanya dan hampir bisa dipastikan adalah Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia. Sesuai dengan momen dan penyelenggaranya, tema yang diangkat biasanya seputar masalah koperasi dan UKM. Contoh lain adalah karya tulis perpajakan. Penyelenggaranya adalah Direktorat Jenderal Pajak. Lomba biasanya diadakan menjelang hari Keuangan 31 Oktober dan tema yang diangkat umumnya adalah tema-tema aktual mengenai pajak.

Untuk lomba-lomba menulis yang mengambil moment hari jadi suatu lembaga atau organisasi, biasanya informasi lomba dipublikasikan 1-2 bulan sebelumnya. Lembaga pemerintah biasanya mensosialisasikan lomba melalui situs, surat ke lembaga terkait di daerah atau melalui media massa. Terkadang jika segmen lomba adalah pelajar dan mahasiswa, sosialisasi juga disampaikan ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Agar tidak ketinggalan informasi lomba dalam kategori ini, mulailah menginventarisasi data hari atau momen penting yang biasanya diperingati setiap tahun. Rajin mengunjungi situsnya atau baca informasinya di media cetak nasional.

Tidak selalu waktu, penyelenggara dan tema saling berkaitan. Biasanya organisasi atau perusahaan-perusahaan yang masuk dalam kategori ini. Tema yang diangkat biasanya seputar masalah aktual yang tengah terjadi, misalnya tentang lingkungan hidup, kemiskinan, pendidikan dan sebagainya. Karena tidak bisa ditebak kapan, oleh siapa dan apa temanya, kita bisa mengantisipasinya dengan sering mengunjungi situs atau blog yang biasanya memuat informasi tentang lomba menulis. Penting juga untuk selalu memantau informasi di media cetak nasional.

Bank Indonesia adalah lembaga pemerintah yang paling rutin mengadakan lomba menulis, baik untuk pelajar, mahasiswa, wartawan maupun umum. Dalam setahun bisa 3-4 kali atau bahkan lebih. Tema yang diangkat tentu saja berkaitan dengan kebanksentralan, perbankan, perbankan syariah, ekonomi, dan sejenisnya.

Mekanisme
Hal lain mengenai lomba menulis yang kurang dipahami publik adalah mekanisme dari lomba menulis itu sendiri. Mulai dari masalah teknis penulisan, pengiriman hingga penentuan pemenang. Kurangnya pengetahuan tentang yang satu ini tak jarang menyurutkan langkah untuk mengikuti sebuah kompetisi menulis. Saya pernah mengalaminya sendiri dulu.

Lomba menulis sepertinya masih dianggap prestisius dan identik dengan intelektualitas tingkat tinggi. Apalagi jika lomba tersebut diembel-embeli kata “ilmiah”.

Sebagaimana telah saya sebutkan di atas, sepanjang penyelenggara bukan lembaga pendidikan dan mereka tidak memberikan ketentuan penulisan secara ilmiah seperti skripsi misalnya, maka kembangkanlah pemikiran kritis dan ide inovatif Anda dalam sebuah tulisan dan bebaskan diri Anda untuk menyampaikannya menurut sudut pandang dan style Anda sendiri sepanjang penyampaian dan penulisannya tetap sistematis agar mudah dipahami pembaca. Inilah yang saya maksud sebagai keilmiahan dalam konteks substansial. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana gambaran umum teknik penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah secara substansial tersebut?

Penyelenggara biasanya menyebutkan dengan jelas bagaimana teknis penulisan lomba. Misalnya berapa jumlah halaman minimal dan maksimal, kertas yang digunakan, batas margin, huruf dan sebagainya. Berapa copy eksemplar yang harus dikirim, disertai softcopy atau tidak. Mengenai jumlah halaman, untuk semua kategori kecuali wartawan, umumnya bisa digolongkan dalam tiga klasifikasi yakni sedikit, sedang dan banyak. Untuk kategori sedikit biasanya jumlah halaman berkisar antara 5-10 halaman; kategori sedang berkisar 10-15 halaman sedangkan untuk kategori banyak biasanya minimal 20 halaman dengan batas maksimal 30, 40 atau 50 halaman. Masing-masing memiliki karakter dan metode penulisan yang berbeda satu sama lain. Akan dijelaskan lebih detil pada bagian Share of Experience : Bagaimana Saya Menulis.

Softcopy biasanya dalam bentuk disket atau CD. Yang pasti tulisan harus disertai dengan fotocopi identitas diri, baik KTP, SIM, Kartu Mahasiswa atau Kartu Pelajar sesuai dengan kategori masing-masing. Saran saya untuk masalah teknis ini, ikutilah semua ketentuan yang ditetapkan tanpa melebihkan atau menguranginya.
Tidak semua lomba menulis menjelaskan dengan detil tentang masalah teknis di atas. Namun ini sangat jarang. Untuk lomba yang tidak merinci ketentuan teknis penulisan, kita bisa gunakan panduan teknis lomba serupa sebagai panduan. Selanjutnya adalah pengiriman. Ada dua bentuk pengiriman naskah yang paling umum, yakni melalui pos dan atau email. Untuk batas pengiriman melalui pos, biasanya disertai keterangan, “paling lambat dikirim (cap pos)” atau “paling lambat diterima”. Jika keterangannya paling lambat dikirim, Anda dapat mengirimkannya paling lambat tanggal yang telah ditentukan.

Tapi jika dituliskan “paling lambat diterima” maka kirimkan naskah paling lambat 5-7 hari sebelum tanggal yang ditentukan. Bergantung berapa lama standar pengiriman dari daerah Anda ke kota tujuan, misalnya Jakarta. Lebih aman jika Anda menggunakan layanan Kilat Khusus untuk mengantisipasi keterlambatan. Saya sarankan menghindari pengiriman melalui jasa pengiriman selain Kantor Pos karena biayanya bisa berkali lipat dibandingkan biaya pengiriman melalui Kantor Pos.
Untuk pengiriman melalui email, selain murah juga simple. Biasanya pengiriman naskah dalam format MS Word atau PDF. Untuk pengirimin melalui email biasanya saya mengirimkan satu hari sebelum batas akhir atau maksimal pagi atau siang hari pada hari terakhir.

Sampai di sini selesailah perjuangan kita kecuali masih ada sesi presentasi sebagai salah satu mekanisme penilaian. Biasanya mekanisme ini diperuntukkan untuk kategori pelajar dan mahasiswa meski terkadang kategori lain seperti kategori umum dan wartawan juga menjalani mekanisme serupa. Lomba karya tulis mahasiswa oleh Bank Indonesia biasanya memakai sesi presentasi. Sedikit berbeda dengan penyelenggara lain, Bank Indonesia biasanya memberitahu peserta melalui telfon antara 1-2 hari sebelum hari H bahkan pernah ada finalis yang dipanggil beberapa jam sebelumnya.

Untuk lomba menulis tingkat nasional, presentasi diadakan di kota tempat penyelenggara berada. Biasanya Jakarta. Peserta dihubungi lewat telepon, email atau surat kira-kira satu minggu sebelumnya. Untuk keperluan presentasi ini, biaya transportasi (umumnya dengan pesawat kelas ekonomi) dan akomodasi selama di Jakarta ditanggung oleh penyelenggara. Jika penyelenggara bonafide, biasanya peserta masih mendapat tambahan uang saku. Apa yang dipersiapkan jika melalui tahap penilaian seperti ini?

Pertama tentu saja, bersyukur kepada Allah, Alhamdulillah. Bukan hal yang mudah terpilih menjadi salah satu dari 5-10 finalis dari sekian puluh atau bahkan ratusan peserta yang mengirimkan naskah. Selanjutnya persiapan teknis. Jika memungkinkan, mintalah bantuan orang-orang di sekitar Anda yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang presentasi. Guru jika anda pelajar, atau dosen jika anda mahasiswa atau siapa saja yang bisa membantu anda dalam masalah ini.

Presentasi umumnya disajikan dalam bentuk power point. Karena waktu presentasi umumnya singkat, antara 10-15 menit, dan sekitar 30 menit untuk sesi tanya jawab, maka buatlah poin-poin presentasi yang memuat hal-hal paling pokok dari tulisan anda. Bisa dimulai dari latar balakang masalah, permasalahan, hipotesa, pembahasan, kesimpulan dan saran. Upayakan item pembahasan memiliki proporsi lebih banyak dari item lain karena biasanya poin inilah yang paling disorot dan menentukan penilaian. Jika ada, sertakan data-data statistik yang akan memperkuat paparan anda.

Jumlah halaman bahan presentasi ini kurang lebih 10-15 halaman disesuaikan dengan kemampuan anda dan banyaknya waktu yang disediakan. Ada dua bentuk forum presentasi yang biasa digunakan. Pertama, forum tertutup. Audiens biasanya hanya terdiri dari beberapa dewan juri dan seorang operator yang membantu kita mengoperasikan power poin. Sedangkan untuk forum yang terbuka, selain dewan juri, peserta lain baik yang sudah atau belum presentasi juga ada di dalam ruangan. Bisa jadi ada pula wartawan yang meliput. Pemenang sendiri biasanya diumumkan segera setelah presentasi selesai kemudian dipublikasikan melalui media massa atau internet. Secara umum, jarak waktu antara batas akhir pengiriman naskah dan pengumuman pemenang kurang lebih satu bulan. Bisa lebih cepat bahkan bisa lebih lama jika jumlah naskah yang masuk membludak.

Hadiah
Inilah barangkali daya tarik terbesar yang memotivasi masyarakat untuk mengikuti lomba menulis selain sebagai ajang aktualisasi diri. Memang cukup menggiurkan terlebih jika penyelenggara adalah lembaga atau perusahaan yang bonafide. Pada umumnya hadiah bagi pemenang lomba karya tulis berupa uang tunai, barang, atau fasilitas lain atau gabungan dari beberapa hadiah sekaligus. Yang pasti, pemenang mendapatkan piagam perhargaan bahkan terkadang peserta yang tidak menangpun diberi juga.

Ada dua meknisme pemberian hadiah, langsung atau tidak langsung. Pemberian secara langsung yakni pemenang (baik seluruh atau hanya sebagian) diundang ke Jakarta untuk prosesi penyerahan hadiah. Sementara untuk pemberian hadiah secara tidak langsung, hadiah dikirimkan melalui jasa pos/pengiriman ke alamat masing-masing pemenang. Begitu pula dengan piagam penghargaan untuk peserta yang tidak menang.
Untuk hadiah dalam bentuk uang tunai, besarnya hadiah untuk kategori pelajar dan mahasiswa dalam beberapa tahun terakhir berkisar pada nominal 8-10 juta rupiah untuk pemenang pertama, sedangkan untuk kategori umum dan wartawan berkisar 10-15 juta rupiah untuk pemenang pertama. Untuk pemenang kedua dan ketiga biasanya selisih antara 2-3 juta rupiah dengan jumlah hadiah pemenang pertama.

Tidak semua lomba menulis memberikan nominal yang sama, bisa lebih bisa juga kurang dari nominal yang telah saya sebutkan tadi. Untuk hadiah dalam bentuk barang, beberapa barang yang sering dijadikan hadiah dalam lomba menulis antara lain notebook dan kamera digital. Selain uang dan barang, terkadang pemenang masih diberi hadiah tambahan lain seperti buku atau paket wisata. Contohnya lomba menulis esai Korea. Selain mendapat uang tunai, pemenang I dan II baik kategori pelajar atau mahasiswa juga mendapat kesempatan jalan-jalan ke Korea selama satu minggu. Panasonic juga pernah memberikan hadiah serupa. Untuk pemenang pertama baik kategori pelajar maupun mahasiswa, selain mendapat hadiah uang tunai sebesar 20 juta rupiah untuk mahasiswa dan 15 juta rupiah untuk pelajar, juga mendapat kesempatan berwisata ke Jepang.

Lion Air juga pernah memberikan hadiah yang sangat menarik selain hadiah uang tunai yang cukup besar, yakni tawaran untuk bergabung dengan Lion Air bagi pemenang dari kategori mahasiswa setelah menyelesaikan studi. Menarik bukan?

Selain hadiah-hadiah di atas, masih ada “hadiah” lain yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi penulis yakni pembukuan naskah. Terkadang penyelenggara membukukan naskah pemenang dan finalis untuk kalangan terbatas. Selain sebagai bentuk apresiasi terhadap para penulis dan pemenang, tujuan lain dari pembukuan naskah tersebut adalah sebagai sarana rekomendasi kepada pihak terkait. Selama mengikuti lomba dalam beberapa tahun terakhir, ada tiga naskah lomba saya yang dibukukan oleh penyelenggara, yakni naskah pada lomba karya tulis perbankan syariah oleh BNI Syariah dan Harian Republika, naskah lomba tentang pengentasan kemiskinan oleh LP3ES dan yang terakhir adalah naskah lomba karya tulis perpajakan yang dibukukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Sebagai catatan akhir tentang hadiah lomba karya tulis ini, meski hadiah bisa jadi merupakan daya tarik yang sangat besar, sebaiknya jangan jadikan ini sebagai motivasi utama. Tanamkan motivasi terbesar dalam diri yakni menjadikan lomba menulis sebagai sarana belajar, aktualisasi pemikiran dan apresiasi terhadap karya dalam bingkai mencari keridhoan Allah SWT. Dengan begitu, InsyaAllah proses belajar dan hasil yang kita capai akan berkah. Amin.

Informasi, Gerbang Pertama Menuju Kemenangan
Pengetahuan yang cukup dan semangat besar berkompetisi biasanya tersandung masalah berikutnya yakni informasi. Siapa yang menguasai informasi, dialah yang akan menguasai dunia. Formula ini juga berlaku dalam kancah lomba menulis. Sangat disayangkan bahwa penyampaian informasi tentang lomba menulis hingga sekarang masih belum optimal.

Jaman saya kuliah dulu, saat saya belum banyak tau tentang bagaimana mencari informasi mengenai lomba menulis, saya bersifat pasif dan lebih banyak menunggu informasi datang sendiri atau mendapatkannya secara kebetulan.

Ya, menunggu informasi itu ditempelkan di papan pengumuman baik di fakultas maupun universitas. Orang yang pasif dan hanya menunggu biasanya akan sering ketinggalan. Info lomba yang ditempelkan baik di fakultas maupun universitas seingkali baru ditempel ketika batas akhir pengiriman naskah sudah semakin mepet. Bagi pemula seperti saya yang butuh lama untuk berpikir dan menulis, waktu yang tersedia sering membuat saya mengundurkan diri sejak dini. Menyadari bahwa saya harus kreatif mencarinya sendiri, saya menjadi lebih rajin berburu informasi baik melalui media cetak maupun internet.

Finally, mungkin saya termasuk orang yang cukup beruntung dalam hal ini. Dalam beberapa tahun terakhir saya dapat mengakses begitu banyak informasi tentang lomba menulis meski saya tidak selalu mengikutinya. Sumber utama informasi saya saat ini adalah internet dan media cetak nasional khususnya Kompas. Keduanya membutuhkan kesabaran. Khusus untuk internet, kita harus pandai dan telaten menelesuri situs demi situs yang memuat informasi tentang lomba menulis.

Melalui internet juga kita bisa banyak menimba ilmu tentang menulis termasuk tentang lomba menulis seperti www.infolomba.wordpress.com dan www.infolomba.blogsome.com adalah situs yang paling sering saya kunjungi. Sesuai dengan namanya, situs ini memuat cukup banyak informasi lomba meski sekali lagi, tidak semua lomba khususnya lomba menulis termuat di dalamnya. Untuk meng-cover informasi lomba yang belum termuat, saya mengunjungi blog-blog para penulis. Biasanya, selain memuat tulisan tentang menulis, mereka juga memuat informasi tentang lomba menulis ataupun lowongan dari penerbit.

Terima kasih pada para penulis dan blogger yang telah membagi ilmu dan informasinya.
Tidak cukup sampai pada blog, saya juga harus rajin masuk ke situs media massa atau lembaga yang memang secara rutin mengadakan lomba menulis. Situs Bank Indonesia misalnya di www.bi.go.id. Informasi mengenai lomba biasanya langsung ada di halaman utama. Jadi tidak terlalu sulit mencarinya. Hanya saja, situs lembaga pemerintah yang satu ini tidak terlalu sering di up date sehingga dalam kurun waktu yang cukup lama, informasinya ya itu-itu saja.

Sumber informasi lain yang selama ini sangat membantu saya adalah teman. Khususnya mereka yang memang yang suka menulis, rajin mengikuti lomba menulis dan pastinya memiliki akses besar terhadap lomba menulis. Mereka yang juga sangat mendukung hobi menulis saya juga sering memberikan informasi serupa. Pernah terjadi, saya mengikuti sebuah lomba menulis tanpa pernah melihat pengumuman resminya baik di media cetak maupun di internet. Semua informasi saya dapatkan dari sms seorang teman.

Dari berbagai sumber dan cara mendapatkan informasi mengenai lomba menulis sebagaimana saya sebutkan di atas, anda dapat mengambil beberapa kesimpulan untuk kemudian segera anda realisasikan jika anda tidak mau ketinggalan informasi. Karena informasi, adalah gerbang pertama menuju kemenangan.

Tulisan yang Layak Menjadi Pemenang
Ada beberapa pertanyaan seputar lomba menulis yang sering ditanyakan rekan-rekan. Yang paling sering di antaranya adalah tulisan bagaimana yang biasanya menang? Pertanyaan lain yang juga acapkali ditanyakan adalah, bagaimana mendapatkan ide atau inspirasi tulisan, bagaimana menulisnya menjadi tulisan yang sistematis atau dari mana mendapatkan informasinya. Tentang informasi sudah kita bahas.

Berdasarkan pengamalan dan analisa saya terhadap beberapa tulisan yang berhasil menjadi pemenang, baik tulisan saya sendiri maupun teman-teman lain, ada beberapa ciri atau karakter khas yang membuatnya memiliki peluang besar dan layak untuk menang.
Pertama, ide. Menurut saya inilah poin terpenting dalam tulisan yang membuatnya layak menjadi pemenang. Ide tidak harus selulu muluk dan bombastis.

Beberapa teman di LIPI yang pernah menjadi juri dalam Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) mengatakan, mereka justru seringkali terpana pada ide-ide sederhana namun dibalik kesederhanaannya ia menyimpan makna besar yang mungkin terlupakan atau belum terpikirkan oleh kebanyakan orang. Secara sederhana, jika dewan juri atau masyarakat membaca, mereka akan berkata, “Oh, iya ya”. Ide juga tidak harus benar-benar baru. Tentu tak ada salahnya jika kita ingin memunculkan pemikiran atau ide yang sangat inovatif. Hanya saja yang perlu diingat, ide tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan atau didukung oleh argumen yang ilmiah. Jadi tidak asal berteori yang justru akan membuat tulisan ngawur dan bisa-bisa jadi boomerang jika itu dipresentasikan di depan audiens. Jadi, terus dan banyaklah berlatih agar bisa menangkap begitu banyak ide luar biasa yang bertebaran di sekitar kita.

Kedua, data. Data adalah bahan dasar utama yang harus ada untuk meramu sebuah tulisan yang bagus. Karenanya data harus aktual, relevan dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Data yang bagus bisa berupa data statistic maupun data non-statitisk. Semakin banyak, semakin lengkap dan semakin ilmiah data yang kita gunakan maka akan semakin berbobot tulisan kita.

Ketiga, pembahasan. Ide bagus dan data yang akurat hanya akan menjadi mozaik berserakan yang tidak jelas apa maksud dan kontribusinya terhadap suatu masalah jika kita tidak membahasnya dengan analisa yang mendalam dan ilmiah. Sering saya mengumpamakan menulis sebuah tulisan ilmiah populer seperti memasak. Setiap kita sebenarnya memiliki “bahan dasar” yang sama yakni data yang berserak di sekitar kita baik berupa teks maupun konteks. Yang membuat “masakan” kita berbeda dengan orang lain adalah bagaimana kita memasaknya, bagaimana kita membahasnya. Bahan boleh sama tapi masakan sangat mungkin berbeda.

Keempat, penulisan atau penyampaian. Jika data saya analogikan sebagai “bahan”, maka penulisan atau penyampaian kurang lebih sama seperti penyajian. Kadang-kadang masakan yang sederhana akan terlihat begitu istimewa jika disajikan sedemikian rupa. Tulisan yang berbobot akan memusingkan pembaca atau bahkan bisa mendistorsikan makna yang terkandung di dalamnya jika tidak disampaikan secara sistematis melalui bahasa yang enak dan mudah dipahami. Kemampuan pada tingkat ini merupakan bentuk profesionalitas penulis dalam menulis. Level tertinggi yang hanya akan dicapai oleh penulis melalui latihan yang terus menerus. Practice make perfect.

Kelima, bukan sekedar teori. Perkembangan penulisan karya tulis ilmiah populer kini semakin pesat baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam tataran kualitas, bukan jamannya lagi hanya berteori atau berwacana meski dalam skup ilmu sosial. Bahkan pada kategori paling bawah sekalipun yakni kategori pelajar.

Suatu ide atau pemikiran yang dituangkan dalam sebuah tulisan tidak hanya bersifat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah tetapi juga memiliki nilai manfaat yang dapat direalisasikan dalam permasalahan yang tengah terjadi. Hal ini dikarenakan salah satu tujuan utama diadakannya lomba menulis adalah untuk mencari dan menampung ide-ide kreatif dan inovatif yang bisa dijadikan sebagai solusi alternative bagi suatu masalah actual yang tengah terjadi. Meski nilai manfaat dan aplikasi karya tulis ilmiah populer yang pada umumnya merupakan ilmu-ilmu social, tidak semudah menerapkan ilmu-ilmu pasti.

Share of Experience: Bagaimana Saya Menulis
Jika mengenang kembali revolusi diri untuk bisa menulis, apa yang saya dapatkan sekarang, bisa menulis meski belum seberapa dan pernah menjuarai beberapa lomba menulis, rasanya tidak percaya ini bisa terjadi. Dulu, di pertengahan tahun 2001 ketika saya masih duduk di semester IV jurusan Hubungan Internasional di Universitas Jember, saya pernah memvonis diri tidak bisa menulis dan tidak akan pernah bisa menulis.

Menulis hanyalah kemampuan makhluk-makhluk jenius yang berotak encer, yang hobinya melahap buku-buku tebal dan mudah tanggap pada perubahan. Dan saya tidak bisa memenuhi satupun dari kualifikasi tersebut. Saya lamban dalam berpikir apalagi dalam mengambil keputusan dan memberi penilaian. Lebih suka melamun daripada membaca buku. Allah Maha Besar, tidak ada yang tidak mungkin meski tidak mudah mewujudkannya. Kemenangan itu akhirnya datang juga setelah melalui perjuangan dan kerja keras yang cukup lama. Dan keajaiban itulah yang sekarang ingin saya bagi pada Anda semua.

Dalam menulis baik menulis biasa maupun dalam rangka ikut serta dalam sebuah lomba karya tulis, ada beberapa langkah yang biasa saya lakukan untuk mempermudah proses menulis. Sejauh pengalaman saya selama ini, langkah-langkah tersebut cukup efektif membantu saya menyelesaikan sebuah tulisan. Dalam penjelasan berikut saya juga memberikan keterangan berapa lama waktu yang saya perlukan untuk masing-masing proses. Namun sebenarnya, berapa banyak waktu yang diperlukan bergantung pada kemampuan dan style masing-masing penulis selain tentu saja menyesuaikan dengan batas waktu yang ditentukan oleh panitia penyelenggara.

Mempelajari Tema dan Mencari Ide
Lomba menulis yang saya ikuti selama ini terdiri dari berbagai tema ilmu-ilmu sosial. Yang paling sering bertema social ekonomi. Selain itu pernah juga bertema tentang perbankan syariah, lingkungan hidup, hukum dan seni. Saya pernah juga sekali mencoba di bidang fiksi. Sepintas memang terlihat oportunis. Tapi saya mencoba bersikap selektif dan professional dalam mengikuti lomba menulis. Saya tidak akan memaksakan diri jika saya merasa tidak mampu atau tema yang sedang dilombakan benar-benar jauh dari jangkauan saya.

Meski tema lomba yang saya ikuti sangat beragam, ternyata saya hampir selalu menggunakan sudut pandang yang sama yakni politik sesuai dengan jurusan bidang studi kuliah saya. Barangkali karakter dan sudut pandang tulisan saya telah terbentuk sedikit demi sedikit seiring dengan proses belajar yang terus menerus baik dalam bidang tulis menulis maupun materi yang saya dapatkan di bangku kuliah.

Karena tidak semua tema yang ditentukan panitia adalah bidang studi saya, bahkan sebagian besar justru bukan, maka hal pertama yang saya lakukan adalah berkontemplasi, mempelajari dan mengenal lebih jauh tentang tema yang ditentukan. Saya tanya diri sendiri apakah saya tertarik, apakah saya merasa sanggup mempelajarinya secara otodidak, apakah data yang mendukung bisa saya dapatkan dsb. Jika saya menjawab “ya” atau paling tidak “mungkin saja”, atau “berpeluang”, atau “mari kita coba”, saya akan melanjutkan pada proses berikutnya. Tapi jika jawabannya “tidak”, saya tidak akan memaksakan diri. Waktu yang diperlukan untuk berkontemplasi ini biasanya beberapa hari hingga satu minggu. Cukup lama juga ya?
Tahap berikutnya adalah mencari tema atau ide dari tulisan yang akan saya buat. Saya menyebut tahapan ini sebagai proses pencarian inspirasi.

Terkadang ide tulisan muncul begitu saja tapi lebih sering saya harus mencarinya terlebih dahulu dengan susah payah. Pencarian ide saya lakukan dengan membaca realitas terkait dengan tema, baik melalui media massa maupun dalam kehidupan keseharian secara langsung. Pencarian ide saya lakukan juga melalui kajian tekstual berupa pemikiran, ide atau teori-teori terkait. Yang menjadi titik focus saya dalam dua pencarian ini, baik dari teks maupun konteks, adalah mencari jawaban atas permasalahan yang timbul, hal-hal baru (inovatif) atau hal-hal yang terlupakan yang berpeluang memberi manfaat atau peluang sebagai solusi alternative.
Khusus untuk mencari ide-ide atau hal-hal yang sangat baru (up to date), saya tidak focus di dalam negeri.

Beberapa konsep atau teori terkadang baru diterapkan di negara-negara maju dan berpeluang untuk diadaptasi atau adopsi di negara kita. Apapun itu, sepanjang memiliki peluang untuk diterapkan dan dapat diaplikasikan serta memiliki nilai manfaat, tidak salahnya diambil sebagai ide untuk tulisan kita. Jika ide sudah saya dapat, saya akan menyederhanakannya dalam sebuah pertanyaan atau opini. Proses pencarian ide ini biasanya memakan waktu satu minggu. Bergantung pada tema yang ditentukan penyelenggara, apakah saya sudah cukup familiar dengannya atau sesuatu yang baru bagi saya.

Ide atau tema utama seringkali saya gunakan sebagai judul. Jika awalnya berupa pertanyaan, saya ubah menjadi pernyataan. Atau lebih saya singkatkan dari ide aslinya. Pernah pula saya kehabisan ide untuk membuat judul sehingga saya menggunakan subtema yang ditentukan panitia sebagai judul tulisan saya. Namun seingat saya, saya hanya sekali melakukannya. Karena judul merepresentasikan isi tulisan, maka pilihlah kalimat yang singkat namun cukup memberi gambaran yang jelas kepada pembaca mengenai apa isi atau tema besar dalam tulisan kita. Dengan demikian, pembuatan judul bisa pula di akhir penulisan.

Membuat Outline/Sketsa Tulisan
Tahapan berikutnya setelah menemukan ide adalah membuat kerangka, sketsa atau ouline tulisan. Formulasi yang biasa saya gunakan : ide-masalah-hipotesa-data-pembahasan-hasil/kesimpulan. Outline ini tak ubahnya sebuah peta tentang “perjalanan” menulis yang akan kita lalui.

Mencari Data
Selanjutnya adalah proses pencarian data. Secara umum, data saya bagi dalam dua kelompok besar. Yakni data statistic dan data non statistic. Data statistic merupakan data yang berupa angka-angka seperti jumlah orang miskin, pengangguran, pendapatan negara dsb. Sementara untuk data non statistic bisa berupa konsep, teori atau opini oleh para pakar yang kompeten di bidangnya masing-masing. Kedua data ini baik data statistic maupun data non statistic sama pentingnya dan seringkali diperlukan secara bersamaan. Karenanya, semakin lengkap dan akurat data yang kita pakai maka akan semakin berbobot tulisan kita.

Internet adalah sumber data yang utama dan pertama. Karena media yang satu ini mampu menembus dimensi ruang dan waktu. Sangat membantu kita yang tidak punya banyak buku apalagi jika ditambah dengan bertempat tinggal di daerah dengan fasilitas sumber data fisik yang relative terbatas. Meski demikian, saya tidak meninggalkan buku sebagai salah satu referensi utama jika memang memungkinkan khususnya terkait dengan teori dan konsep. Sumber data lain khususnya yang berupa data statistic, saya sangat mengandalkan media cetak. Kompas dan Jawa Pos di antaranya. Data statistic yang disajikan oleh media cetak biasanya sangat actual. Jika ingin mendapatkan data statistic yang lebih lengkap, data dari Biro Pusat Statistik (BPS) dapat menjadi rujukan.

Untuk memudahkan menyuplai data dalam setiap proses menulis, saya membuat semacam bank data dalam folder saya. Saya bagi dalam beberapa tema besar, misalnya tentang politik, ekonomi, perbankan syariah, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, lingkungan hidup, dsb. Untuk data dalam bentuk grafik, diagram atau gambar, saya buat pos tersendiri sehingga jika sewaktu-waktu dibutuhkan tidak terlalu susah mencarinya. Bank data ini sangat membantu, karena satu data bisa digunakan untuk beberapa tema sekaligus bergantung pada sudut pandang dan pembahasan serta bagaimana kita menempatkannya.

Mengembangkan Outline dan Mengolah Data
Selanjutnya adalah mengembangkan outline dan data yang didapat menjadi sebuah tulisan. Penulisan karya tulis ilmiah populer sedikit berbeda dengan karya tulis ilmiah murni seperti makalah ilmiah, skripsi, thesis atau disertasi. Dalam tulisan-tulisan ilmiah murni setiap item harus ditulis dengan jelas mulai dari latar belakang masalah, perumusan masalah, hipotesa, tujuan dan manfaat, kerangka konseptual dan seterusnya sampai penutup dan daftar pusaka.

Untuk karya tulis ilmiah populer, sesuai dengan namanya, setiap item tersebut tidak harus selalu ada atau dituliskan secara eksplisit. Bahkan kita dapat menggabungkan beberapa item sekaligus dalam satu bagian tulisan. Bergantung pada jumlah halaman dan ketentuan teknis lain yang ditetapkan oleh panitia penyelenggara. Mengenai jumlah halaman, untuk semua kategori kecuali wartawan, umumnya bisa digolongkan dalam tiga macam yakni sedikit, sedang dan banyak.

a. Kategori Sedikit
Untuk kategori sedikit, umumnya berkisar antara 5-10 halaman atau bahkan maksimal hanya 3 atau 5 halaman. Ada beberapa keuntungan dan kelebihan dengan jumlah halaman yang sedikit.

Di antaranya tidak membutuhkan banyak data dan proses penulisan bisa cepat selesai. Biasanya juga tidak memungkinkan untuk memuat cover, daftar isi dan daftar pustaka. Pertanggungjawaban terhadap penggunaan data bisa melalui catatan kaki yang singkat saja. Kelemahannya, karena space yang tersedia sedikit, kita harus pandai memilih data yang paling akurat dan tepat dari sekian banyak data yang kita punya. Sebagai contoh, cukup menggunakan satu teori dan atau satu konsep, ditambah satu atau dua data statistic. Sebaiknya hindari data dalam bentuk diagram atau gambar karena akan memakan banyak space.

Selektivitas data juga diperlukan agar tetap tersedia ruang yang cukup untuk menampung pemikiran-pemikiran orisinil kita terhadap masalah yang tengah dibahas. Karenanya, diperlukan kemampuan memilih diksi kata untuk menyampaikan “ide besar” kita melalui bahasa yang singkat, padat namun jelas. Jika kemampuan kita dalam mengolah data dan kata masih belum optimal, bisa-bisa kita terjebak dalam pembahasan yang “mbulet” dan tak jelas apa pesan atau ide pokoknya. Karenanya banyaklah berlatih dan terus berlatih. Sebagai acuan untuk jenis tulisan ini adalah tulisan-tulisan yang dimuat dikolom opini surat kabar.

b. Kategori Sedang
Kategori sedang umumnya berkisar antara 10-15 halaman. Untuk jumlah halaman dalam kategori sedang ini, data yang diperlukan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah halaman yang lebih sedikit. Proporsi penggunaan data dan pemikiran orisinil kita kurang lebih berbanding 50:50. Seringkali saya menganggap jumlah maksimal halaman 10 atau 15 halaman, ketika akan mulai menulis adalah jumlah yang cukup banyak. Dan seringkali terjadi pula, jumlah halaman sebanyak ini tidak cukup menampung ide dan data yang saya dapatkan kemudian. Jika Anda menghadapi situasi yang sama, ide dan data kebanyakan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan agar tidak melanggar ketentuan penyelenggara. Pertama, selektif terhadap data, baik data statistic maupun data non-statistik.

Pilih data yang paling lengkap dan actual serta paling relevan dengan ide yang akan Anda usung. Kepiawaian dalam memilih data akan mencerminkan sejauh mana profesionalitas Anda dalam menulis karya tulis ilmiah populer. Sekali lagi, banyaklah berlatih dan terus belajar. Kedua, jika setelah pemilihan data jumlah halaman masih melebihi batas maksimal, maka ubahlah data dalam bentuk diagram atau gambar menjadi uraian biasa tanpa mengurangi esensi dari data itu sendiri. Sebaliknya jika Anda menenui kesulitan untuk mencapai batas minimal jumlah halaman yang ditetapkan, gunakanlah lebih banyak data.

Meski demikian, pilihlah data yang memang relevan untuk tulisan Anda, jangan asal comot. Efektifkan pula penggunaan catatan kaki atau catatan akhir. Dan yang paling baik adalah, membahas topic tulisan Anda selengkap dan sejelas mungkin. Untuk kategori sedang ini, cover, daftar isi dan daftar pustaka tidak selalu menjadi hal yang wajib. Anda dapat memanfaatkannya untuk memenuhi batas minimal halaman yang ditetapkan dengan catatan, panitia memperbolehkannya.

c. Kategori Banyak
Masuk dalam kategori banyak biasanya batas minimal 20 halaman dengan batas maksimal 30, 40 atau 50 halaman. Kategori ini dapat dikatakan berat karena tak ubahnya seperti membuat skripsi untuk mereka yang mahasiswa. Dan memang jumlah halaman yang banyak ini biasanya diperuntukkan untuk kategori mahasiswa dan umum. Dengan jumlah halaman yang banyak, biasanya item tulisan juga lengkap dan terkadang harus dituliskan secara lengkap pula. Sebagai contoh, pendahuluan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat dan seterusnya hingga saran dan kesimpulan.

Untuk tulisan yang berhalaman banyak membutuhkan data yang relatif banyak baik berupa data statistic maupun data non-statistic. Sebagai acuan Anda dapat menggunakan skripsi yang berhalaman sedikit, kurang lebih berkisar 50-70 halaman. Dengan jumlah halaman yang banyak seperti ini, biasanya secara otomatis memerlukan cover, daftar isi dan daftar pustaka. Meski panitia tidak selalu mewajibkannya. Jika demikian, Anda bebas menentukan pilihan. Bergantung apakah Anda merasa membutuhkannya atau tidak.

Untuk lebih jelas mengenai masing-masing contoh untuk tiap-tiap kategori tulisan berdasarkan jumlah halaman, dapat dilihat pada halaman lampiran. Lampiran 1 adalah contoh tulisan untuk kategori tulisan berhalaman sedikit yakni tiga halaman. Lampiran 2 adalah contoh tulisan untuk kategori tulisan dengan jumlah halaman sedang yakni maksimal 15 halaman. Dan lampiran 3 adalah contoh untuk kategori tulisan berhalaman banyak yakni sebanyak 22 halaman. Ketiga contoh tersebut disajikan sesuai dengan bentuk aslinya sebagaimana saya kirimkan ke panitia penyelenggara. Setelah mengetahui kategori jumlah halaman, karakter, kelebihan dan kekurangan tulisan yang akan Anda tulis, langkah selanjutnya ada menulis dan teruslah menulis hingga tulisan Anda jadi meski masih dalam bentuk kasar dan mungkin acak-acakan.

Di sinilah masalah klasik seringkali muncul, bagaimana memulainya? Ide sudah ada bahkan data sudah cukup memadai tetapi kita merasa sulit dan bingung, dari mana memulai menulis.
Ada satu teknik menulis yang diajarkan oleh dosen pembimbing skripsi saya, Bapak Agung Purwanto M.Si, tentang bagaimana memulai tulisan yang baik. Yakni dengan menggunakan metode epik. Suatu metode penulisan yang to the point, menuliskan pokok pikiran atau ide besar kita pada awal tulisan, pada kalimat pertama atau kedua pada paragraph pertama tulisan kita. Sejak saya tau metode ini, saya menggunakannya hingga sekarang untuk semua tulisan saya.

Ternyata selain efektif, metode ini memberi keuntungan kepada kedua belah, baik penulis maupun pembaca. Dengan menuliskan ide utama kita di awal tulisan, biasanya kita lebih mudah melanjutkan tulisan karena “hal tersulit” dalam tulisan sudah kita tuliskan. Bagi pembaca sendiri, teknik penulisan yang to the point ini membantu mereka menemukan ide tulisan kita lebih cepat sehingga tidak menyusahkan dan membuang banyak waktu mereka.
Dalam mengembangkan outline menjadi sebuah tulisan, tidak harus berurutan dimulai dari latar belakang masalah. Tulis saja apa yang ingin Anda tulis walaupun itu langsung pada pembahasan.

Mungkin saja Anda masih bingung mencari kata-kata untuk mendeskripsikan masalah, jangan jadikan ini penghalang untuk mulai menulis. Dan teruslah menulis hingga anda menyelesaikannya menjadi sebuah tulisan. Apapun bentuk dan hasilnya. Biasanya saya membutuhkan waktu antara 1-2 minggu untuk mengembangkan outline menjadi sebuah tulisan permulaan.

Finishing
Proses terakhir adalah finishing atau penyempurnaan. Saya mengumpamakan proses ini seperti menyusun puzzle. Ya, tulisan yang sudah saya selesaikan saya anggap sebuah puzzle binatang yang masih berantakan karena asal jadi. Terkadang kaki ada di kepala, tangan kanan dan kiri tertukar dsb.

Finishing adalah suatu proses pembenahan dan penyempurnaan tulisan mencapai bentuk paling ideal dan maksimal yang bisa saya upayakan. Dalam proses ini biasanya saya mudah dilanda rasa lelah dan ingin segera mengakhiri sebelum tulisan itu sendiri selesai. Jika sudah menghadapi kondisi ini, sekuat tenaga saya menghimpun semangat agar tidak menyerah. Agar benar-benar tidak menyerah, saya mengingat kembali orang-orang atau peristiwa yang selama ini menjadi sumber inspirasi dan motivasi saya. Sering upaya ini cukup efektif membuat saya bertahan meski semangat tak bisa kembali seperti semula. Sebisa mungkin tulisan tetap terkirim baik melalui pos maupun email.

Pengalaman Menulis Fiksi
Untuk bidang fiksi, saya pernah mencoba sekali mengikuti sayembara menulis novel yang diselenggarakan oleh Mizan, tahun 2001 lalu. Lagi-lagi alasan utamanya adalah saya tidak ingin melewatkan kesempatan beraktualisasi. Kebetulan juga ketika itu saya sedang dalam proses pencarian jati diri dalam bidang menulis. Motivasi yang kedua adalah saya iseng ingin membuktikan penilaian seorang senior di kampus yang kebetulan intens dalam dunia tulis menulis. Saat membaca tulisan saya, beliau memberikan penilaian bahwa karakter tulisan saya cocok untuk tulisan fiksi khususnya novel.

Ekspresi dan pengungkapan kata-katanya kuat dan mengalir, kurang lebih begitu pendapat beliau. Bah! Mana mungkin, pikir saya ketika itu. Membaca fiksi saja saya tidak suka apalagi menulisnya. Mungkin karena sejak kecil bacaan saya berat dan serius, saya jadi sangat menyukai hal-hal yang berbau ilmiah yang memang serius dan berat bagi kebanyakan orang. Pernah saya mencoba menyukai fiksi, komik misalnya, yang konon kata banyak orang sangat membantu kita berimajinasi kreatif. Saat saya membacanya, saya tidak merasakan apa-apa, blank. Padahal yang lain bisa langsung tertawa terbahak-terbahak sejak halaman pertama.

Meski tidak begitu tertarik membaca fiksi, apa salahnya saya mencoba menulis novel. Siapa tau saya punya bakat terpendam yang belum tereksplorasi dalam bidang ini. Tantang saya pada diri sendiri.

Saat dalam proses pencarian ide, saya seperti orang yang kehilangan arah pulang ke rumah. Kebingungan di tengah keramaian yang asing. Mungkin karena pertama kali mencoba menulis novel apalagi masih tergolong penulis sangat pemula sekali. Akhirnya saya memutuskan menovelkan diri sendiri dengan memunculkan tokoh-tokoh fiktif yang mewakili saya dan orang-orang yang terlibat dalam kisah sebenarnya. Wow, ternyata lebih sulit dari menulis karya tulis ilmiah populer. Apalagi penyelenggara mensyaratkan minimal 80 halaman. Jumlah yang sangat banyak.

Saya mencurahkan segenap ide dan tenaga untuk bisa menyelesaikan novel pertama saya itu. Saya pikir, jika tidak menang paling tidak ia akan menjadi semacam memoar bagi saya. Setiap hari saya menulis dan terus menulis antara 1-10 jam setiap harinya. Novel itu akhirnya selesai juga dalam waktu satu bulan sekaligus menghabiskan satu bulan uang saku saya. Tidak cukup sampai di situ, mungkin karena terlalu memforsir diri, stamina tubuh saya menurun bahkan saya harus ke dokter mata karena mata saya sakit. Mungkin akibat terlalu diforsir di depan komputer selama satu bulan. Saya memang tidak menang dalam sayembara menulis novel itu, tapi entah kenapa saya merasa tetap menjadi pemenang. Saya telah menjadi pemenang melawan diri sendiri dengan mengalahkan ego, kemalasan, kejenuhan dan rasa putus asa yang menyerang saya selama proses penulisan. Juga mitos yang saya ciptakan sendiri bahwa saya tidak bisa menulis fiksi. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih ya atas kunjungan dan komentarnya ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...