Sabtu, 30 Agustus 2014

BBN (Badan Buku Nasional) sebagai Badan Pemberantas Bahaya Kebodohan



 
Bapusipda Jabar sebagai layanan peningkatan edukasi masyarakat (foto dari sini)
Buku adalah benda yang paling memikat hati saya dibanding apa pun. Berada di toko buku, pameran buku atau perpustakaan bagi saya rasanya seperti di surga yang penuh dengan bunga-bunga indah nan wangi. Rasanya ingin menikmati pengalaman menyentuhnya, mengisap wanginya dan meresapinya.
 Dulu, buku apa pun saya baca. Keinginan membaca bagaikan dahaga yang terus menerus minta dipuaskan. Hal ini membuat saya jadi lebih waspada saat melihat anak-anak saya mengalami hal yang sama. Saya khawatir mereka membaca sembarang buku tanpa kontrol demi menghapus lapar baca mereka.

Terus apakah karena hal itu saya jadi tukang belanja buku? Nggak juga. Karena terus terang pada awalnya saya tidak punya bujet khusus untuk membeli buku. Karenanya saya putar otak mengakalinya.


Buku Diskon
 
Cara Saya Mendapatkan Buku:

  • Menjadi anggota perpustakaan seperti Bapusipda dan berbagai taman bacaan
  • Membeli buku-buku bekas
  • Membeli buku-buku diskon, baik di toko maupun di pameran
  • Ikut kuis-kuis berhadiah buku baik di radio, pameran maupun media sosial
  • Akhirnya mencari penghasilan, khusus untuk belanja buku, seperti menulis artikel dan buku-buku.

Pertimbangan Membeli Buku

Omong-omong tentang belanja buku, fokus jenis buku yang saya beli sekarang bergeser pada kebutuhan akan bahan referensi tulisan. Kalau dulu buku apa saja saya tertarik membacanya. Kalau sekarang saya hanya tertarik pada buku-buku yang bahannya ingin saya garap menjadi sebuah tulisan. Kecuali, ya kecuali ada buku di luar itu yang benar-benar menarik dan ramai dibicarakan orang. Saya pasti penasaran ingin membacanya.

 
Buku sebagai referensi menulis
Mengenai harga, selama kualitas isinya sesuai dan saya mampu membelinya, saya tidak masalah. Karena kalau referensinya berkualitas tentu saya bakal menghasilkan buku yang berkualitas pula.


Masalah Krusial dalam Dunia Penerbitan Indonesia

Jujur karena saya bukan orang penerbitan, saya tidak tahu persis masalah jelasnya yang terjadi dalam dunia penerbitan. Sebagai konsumen buku, paling saya hanya merasakan harga buku yang masih cukup mahal dibanding kualitas fisik buku. Sedangkan sebagai penulis, saya merasa hak-hak penulis masih terabaikan. Sedangkan sebagai pengamat minat baca dan tulis di masyarakat, saya memandang penggunaan buku sebagai produk dari penerbitan belum diterima dan dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat. Yang ada, khusus untuk buku pelajaran, masyarakat malah ngedumel karena sekolah mewajibkan anaknya memiliki buku-buku penunjang pelajaran.

Dalam hal ini, menurut saya, yang seharusnya bertindak adalah pemerintah sebagai pemangku kekusaan. Mau ada organisasi penerbitan, banyak penerbitan berdiri, banyak penulis bermunculan, banyak buku-buku diterbitkan, selama tidak ada perhatian yang lebih khusus dari pemerintah dalam hal penerbitan buku, maka yang terjadi dunia penerbitan akan berjalan apa adanya saja. Tidak menghasilkan sesuatu yang maksimal.  Kalau seandainya pemerintah menyadari akan pentingnya membangun masyarakat yang cerdas, mestinya dibuat lembaga khusus yang menangani masalah perbukuan.

Saya setuju dengan harapan Pak Bambang Trim dalam bukunya, Apa & Bagaimana Menerbitkan Buku. Di situ tertulis: “Pemerintah memang perlu membentuk sebuah badan yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, yaitu Badan Pengembangan Perbukuan Indonesia yang bertugas memantau percepatan industri kreatif penerbitan buku untuk dapat bersaing di negeri sendiri maupun di luar negeri, terutama peningkatan minat membaca dan minat menulis. Badan seperti ini juga telah banyak dimiliki negara-negara lain, seperti Singapura yang memiliki National Book Development Council  dan Malaysia yang memiliki National Book Council of Malaysia di bawah Kementrian Pendidikan Malaysia.”

Saya menyempatkan diri mengunjungi laman badan buku milik salah satu negara tetangga. Duh, saya merinding deh baca kata pengantar Dr. A ‘Azmi bin Shahri selaku direktur MBKM (Majelis Buku Kebangsaan Malaysia/National Book Council of Malaysia) di website MBKM, terutama bagian yang ini:

“The Council’s members consisted of representatives from several ministries and government agencies, book industry organisations and non-governmental organisations that were linked to the industry and its development, as well as individuals who were regarded to own specific skills to safeguard the Council’s interest and assist the Council in achieving its objectives.”

Itukan harapan saya bangeeet.... Kapan dong, Indonesia punya badan buku/book council kayak mereka? T_T

Tampilan laman The Book Council of Singapore

Pentingnya Badan Perbukuan Nasional 

Kalau kita ingin mengukur sepenting apakah keberadaan badan ini. Coba buat sebuah perbandingan. Pemerintah merasa perlu membuat BNN (Badan Narkotika Nasional) untuk memberantas peredaran narkotika yang bisa merusak masyarakat Indonesia. Atau pemerintah merasa perlu mendirikan BIN (Badan Intelejen Nasional) untuk menjaga keamanan bangsa Indonesia dari ancaman teroris. Nah, kenapa pemerintah tidak merasa perlu membuat BBN (Badan Buku Nasional) dalam upaya mencerdaskan masyarakat melalui buku? Mengapa kebodohan bukan dianggap sebagai sebuah bahaya yang harus diberantas? Bukankah dampaknya sama saja merusak masyarakat Indonesia?

Dengan adanya lembaga negara khusus yang menangani masalah perbukuan, setidaknya saya punya harapan sebagai berikut:

  • Pengadaan  buku-buku untuk pendidikan lebih diperhatikan kualitas isi, penerbitan dan distribusinya.
  • Penggalakan minat baca masyarakat lebih ditingkatkan lagi dengan menyebar buku-buku bacaan bermutu ke tingkat masyarakat paling bawah.
  • Adanya perhatian pada para penulis buku berupa kesejahteraan dan penghargaan sehingga para penulis terpacu untuk membuat tulisan-tulisan berkualitas
  • Memantau dan menyokong penerbit untuk membuat buku-buku berkualitas dengan harga terjangkau

Nah, bagaimana? Siapkah Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ahli perbukuan mengemban tugas tersebut kalau seandainya presiden benar-benar mendirikan Badan Buku Nasional? Saya percaya, orang-orang perbukuan adalah orang-orang yang mencintai dunia literasi. Begitu kepercayaan ada di tangan, maka saat itulah perubahan akan dimulai. Insya Allah...

Tulisan di atas di ikutsertakan dalam Parade Blog IKAPI JABAR - SYAAMIL QURAN
 

6 komentar:

  1. Keren, Bun. Detail uy! Sukses ya! Semoga harapan akan adanya Badan Buku Nasional terkabul. :)

    BalasHapus
  2. Terima kasih Santi, aamiin...Udah ngos2an nih. Ntar aku ke sana ya :)

    BalasHapus
  3. Aamiin... Moga harapannya terkabul ya, Mbak :)

    BalasHapus
  4. Terima kasih mba Izzah Annisa :)

    BalasHapus
  5. Balasan
    1. Alhamdulillah....Terima kasih Mbak Tuti Prasetya atas kunjungan dan supportnya.

      Hapus

Terima kasih ya atas kunjungan dan komentarnya ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...