Minggu, 22 Februari 2015

Cinta “habis-habisan” Muhammad saw dan Khadijah ra



“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (Q.S. Al Kahfi: 7)
Cinta menyimpan berjuta pesona dalam kehidupan, sehingga dengan cinta, apa yang ada akan terasa indah. Jalaluddin Rumi menggambarkan dahsyatnya cinta sebagai berikut.
“Cinta dapat mengubah rasa pahit getir menjadi semanis madu. Cinta bisa mengubah tanah lempeng menjadi bongkahan permata. Cinta sangat mudah mengubah kekeruhan hidup menjadi bening yang menyejukkan. Dengan cinta, luka yang menganga menjadi sembuh seketika. Sakit yang teramat menyiksa menjadi tak terasa. Dengan cinta, bongkahan baja bisa menjadi lebur. Batu yang kokoh dapat menjadi debu. Cinta dapat menghidupkan kembali manusia yang telah mati.”
Dengan cinta seseorang akan melakukan apa saja demi sang bidadari yang dicinta. Demi sesuatu yang dipujanya, baik dan buruk, hitam dan putih, halal dan haram akan dilakukan. Inilah yang disebut cinta bak pisau bermata dua. Di satu sisi dapat mengantarkan seseorang pada cinta yang sesungguhnya dan di sisi yang lain dapat menjerumuskan pada cinta yang salah, yang mengantarkan pada kesengsaraan. Naudzubillahimindzalik.


Allah swt. berfirman,
“Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya. (Q.S. An Naziat: 37-40)
Lantas cinta seperti apakah yang bisa menjadi rujukan orang-orang beriman? Sesungguhnya manusia-manusia pilihan Allah yang pernah tercipta di muka bumi ini sudah memberi uswah. Contohnya, cinta manusia pertama, Adam dan Hawa. Keberkahan cinta Ibrahim, Sarah dan Hajar. Kekuatan cinta putri Syu’aib dan Nabi Musa. Keagungan cinta Raja Sulaiman dan Ratu Bilqis. Keindahan dan keabadian cinta Yusuf dan Zulaikha. Serta jangan lupa pesona cinta Rasulullah saw. dan isteri-isterinya: Khadijah r.a., Saudah r.a, Aisyah r.a., Hafshah r.a., Zainab binti Jahsy r.a., Ummu Salamah r.a., Shafiyyah binti Huyay r.a., Ummu Habibah Ramlah r.a., Juwairiyyah r.a., Maimunah r.a. dan Mariyah Al Qibthiyyah r.a.
Dari kisah-kisah itu kita bisa melihat bahwa cinta dari manusia-manusia utama itu merupakan cinta yang berlandaskan iman kepada Allah swt. Cinta yang terpelihara. Cinta yang bukan bermuara dari nafsu dan berujung pada kenistaan. Namun cinta yang memberi energi dan support pada perjuangan fisabilillah. Manakala cinta itu tidak ada dalam bingkai ilahiyah, maka tanpa kompromi mereka sudah pasti menolaknya.
Dengan membaca dan memerhatikan secara seksama kehidupan cinta manusia-manusia pilihan di atas, maka kita bisa mendapat tarbiyah cinta sebagai rujukan kehidupan cinta orang-orang beriman. Kita bisa melihat bagaimana manusia-manusia agung menempatkan dan menggunakan cinta dengan tepat. Kita bisa mendapat pengajaran tentang bagaimana meletakan cinta di antara adab, hak dan kewajiban sebagai suami isteri. Kita bisa mengetahui solusi dan hikmah dibalik risalah cinta para nabi tersebut.
Satu contoh, cinta Rasulullah saw. dan Khadijah r.a. Kita bisa melihat gambaran cinta yang begitu apik dan memesona. Diawali dari proses pinangan Khadijah r.a. pada Rasulullah saw. Di sini kita bisa melihat tidak ada yang salah apabila pihak perempuan melakukan penawaran pernikahan lebih dahulu pada laki-laki. Melalui Nafisah sahabatnya, Khadijah menanyakan kesediaan Muhammad untuk menikahi dirinya. Tanpa memandang usia Khadijah yang lebih tua dari dirinya atau status jandanya, Muhammad setuju atas tawaran itu. Muhammad tahu benar kemuliaan akhlak Khadijah yang saat itu merupakan majikannya dalam berdagang. Beliau lebih memandang kualitas pribadi Khadijah dibanding fisik dan materi yang bisa lenyap kapan saja.
Setelah keduanya sama-sama sepakat, maka diselenggarakanlah pernikahan antara Muhammad dan Khadijah. Muhammad memberi mahar 20 ekor unta pada Khadijah. Kalau diibaratkan sekarang, kira-kira berapa ya nilai 20 ekor unta? Kalau sapi besar di Indonesia harganya Rp 20 juta saja, berarti mahar yang diberikan Muhammad kepada Khadijah sekitar Rp 400 juta. Subhanallah, jumlah yang cukup fantastis bukan? Hal itu beliau lakukan tiada lain demi untuk memuliakan isterinya, bukan karena permintaan Khadijah. Kalau kita melihat status Khadijah sebagai majikan Muhammad, tentu nilai mahar Muhammad hanya sebagian kecil dari kekayaannya.
 Ya, meskipun Muhammad tidak sekaya Khadijah, namun Muhammad adalah pekerja keras. Ia bekerja sejak kecil sehingga memiliki penghasilan. Kesediannya menikah dengan Khadijah bukan lantaran silau oleh kekayaan Khadijah. Dirinya pun sanggup mencari dan menanggung nafkah keluarga.
Selama 24 tahun rumah tangga Muhammad dan Khadijah, baik sebelum maupun sesudah masa kerasulan, tidak pernah sekalipun Muhammad menduakan Khadijah. Bagi Muhammad, keberadaan Khadijah di sisinya sudah melebihi dari yang diperlukan. Tersurat dalam komentarnya pada Aisyah r.a. saat Aisyah merasa cemburu.
Dalam sebuah riwayat, Aisyah r.a. mengisahkan, “Rasulullah saw. hampir tidak pernah keluar rumah tanpa menyebut dan memuji Khadijah r.a. Hal itu membuatku cemburu. Kukatakan, ‘Bukankah ia hanya seorang wanita tua renta dan engkau telah diberi pengganti yang lebih baik daripadanya?’”
Mendengar itu, Rasulullah saw. murka hingga bergetar bagian depan rambutnya. Beliau berkata, ‘Tidak. Demi Allah, aku tidak pernah mendapat pengganti yang lebih baik daripada Khadijah r.a. Ia beriman kepadaku ketika semua ingkar. Ia yang memercayaiku tatkala semua orang mendustakanku. Memberiku harta pada saat semua orang enggan memberi. Dan darinya aku memperoleh keturunan, sesuatu yang tidak kuperoleh dari istri-istriku yang lain.’
“Maka aku berjanji dalam hati untuk tidak mengatakan sesuatu yang buruk tentangnya lagi.”
Dari situ kita bisa melihat bagaiman kesan manusia agung tersebut pada Khadijah. Isteri yang memberinya enam anak, yang mengerti setiap keresahannya saat melihat keadaan lingkungan jahiliyah, yang memberi kesempatan berkhalwat untuk menemukan hakikat hidupnya, yang menghibur dan membangkitkan pengharapannya kala mendapat wahyu, yang rela ikut dikucilkan oleh kaumnya saat cahaya Islam turun di antara mereka, yang ridha kekurangan sandang, pangan, papan dan anak-anak perempuannya diceraikan suami-suami mereka saat diboikot, yang tidak silau kala Muhammad saw. ditawari pangkat dan jabatan oleh para pejabat Quraisy demi menghentikan dakwah.
Layaklah ungkapan Rasulullah saw. saat seorang wanita mempertanyakan dirinya yang belum menikah juga hingga sudah setahun setelah Khadijah r.a. wafat.
“Wahai Rasulullah saw., mengapa engkau tidak menikah lagi?”
Seketika itu pula, Rasulullah saw. terisak dan mengatakan, “Masih adakah orang yang bisa kucintai setelah Khadijah?”
Subhanallah...
*Dicuplik dan disadur dari e-book Syamiil Tab Built In: Pesona Cinta Manusia-Manusia Pilihan, karya M. Surahman Az Zuhri, Lc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih ya atas kunjungan dan komentarnya ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...