Setiap
manusia memiliki karakter yang berbeda-beda. Hal ini terlihat dari sejak
kanak-kanak. Menjadi tugas bagi orang tua terutama seorang ibu untuk mengenali
karakter anak-anak sehingga pendidikan yang ditanamkan kepada anak dapat
disesuaikan dengan karakternya. Sama seperti kita menanam benih tanaman. Kita
tidak asal tabur benih begitu saja. Kita kenali dulu karakter tanamannya,
apakah cocok di cuaca panas atau dingin, apakah merupakan tanaman merambat atau
berakar besar, apakah membutuhkan penanganan khusus atau dapat dibiarkan saja,
dan sebagainya. Jika kita ingin tanaman yang kita tanam tumbuh maksimal, maka
tanamlah di tempat, cuaca dan dengan penanganan yang tepat. Begitu pula dalam
mendidik anak, kita kenali dulu karakter anak, potensinya, kelemahannya, dan
kemampuan kita dalam memfasilitasinya. Nah dengan seperti itu mudah-mudahan
kita bisa memberikan pendidikan yang terbaik pada anak kita dengan segala
kreatifitas yang kita miliki.
Saya
mengenali Abang sebagai anak yang sensitif, lembut perasaannya, tertib dan
santun. Dia sangat tidak suka permainan kasar. Anaknya cenderung hati-hati
dalam bertindak. Waktu kecil dia sangat sulit diajak bermain air atau berenang.
Dia juga lebih lambat bisa bermain sepeda di antara teman-teman sebayanya.
Abang juga lebih suka bermain di rumah daripada bermain di luar. Sebagai
seorang Ibu, saya ingin Abang menjadi anak laki-laki yang berani, trampil dan
mau bergaul. Karenanya, saya tidak terlalu memperturutkan ketakutan-ketakutan
dia. Tentu saya tidak melakukan pemaksaan atau kekerasan pada Abang. Saya
melakukan pengkondisian step by step. Contohnya, saya mengizinkan Abang hanya mencelupkan
ujung kakinya saja saat ke kolam renang. Saya biarkan dia duduk berlama-lama di
pinggir kolam renang hanya untuk mencelupkan kakinya saja. Setelah itu pulang
tanpa ada aktivitas berenang sebagaimana orang lain yang pergi ke kolam renang.
Lama
kelamaan Abang mulai berani menciduk-ciduk dan menepuk-nepuk air kolam dengan
tangannya. Saat air menciprat ke mukanya, Abang terlihat sedikit kaget. Dia
terdiam sejenak dan kembali hanya mengayun-ayunkan kakinya pelan-pelan di dalam
air kolam. Memang lama sekali pengkondisian Abang hingga akhirnya mau berdiri
di dalam air kolam setinggi kurang lebih 30 cm.
Saya
tidak ingin sekalipun merusak perkembangan kenyamanan Abang dalam interaksinya
dengan kolam renang walaupun prosesnya sangat memakan waktu dan kesabaran. Bagi
saya, jika Abang traumatik karena pemaksaan itu sama dengan kembali ke nol.
Bahkan mungkin lebih sulit lagi memulai.
Waktu
berlalu hingga akhirnya di usia 8 tahun, Abang sudah tidak takut lagi masuk ke
kolam renang. Memang sih, kadang dia masih suka terlihat gugup. Untuk itu, saya
suka mendampinginya dan kalau dia ingin, saya kasih ban pengaman. Setelah dia
merasa aman, maka akan terpancarlah kegembiraannya bermain air. Yah...tidak ada
yang paling membahagiakan bagi seorang Ibu selain melihat anaknya gembira
bermain seperti anak-anak yang lainnya. Oleh karenanya kesabaran mutlak mesti
ada dalam mendampingi tumbuh kembang anak sebagai bukti cinta seorang Ibu.
Demikian pula saat anak sakit, seorang Ibu harus sabar mengenali gejalanya dan tentu saja dalam menanganinya. Ketika seorang anak terlihat rewel atau lesu, jangan sampai kita langsung mencap anak kita sebagai anak yang sulit. Coba ukur suhu badannya, peluk dia untuk memberikan rasa nyaman. Jika anak sudah bisa diajak berkomunikasi, kita bisa tanya dia bagian mana yang terasa sakit atau tidak nyaman. Jika anak terlihat demam, kesakitan di bagian tertentu seperti kepala dan gigi, Ibu bisa memberikan penanganan pertama dengan memberikan Tempra Syrup. Tempra Syrup sangat membantu Ibu di saat anak sakit karena Ibu tidak perlu khawatir akan khasiat dan keamanannya bagi anak. Ibu harus tahu jika Tempra Syrup aman di lambung, tidak perlu dikocok karena larut 100% dan memiliki dosis yang tepat. Jadi, jangan salah pilih ya, Bu.
Itu
pengalaman saya saat mendampingi Abang dalam masa tumbuh kembangnya bersama
Tempra Syrup. Semoga dapat bermanfaat dan menginspirasi ibu-ibu lainnya.