Senin, 10 April 2017

Bu, Teman Sekelasku Hamil!



foto dari Unsplash


Wajahnya terlihat lesu. Saya memaklumi. Yah namanya juga anak pulang sekolah, tentu ia kecapaian.

Selepas menyimpan tas dan mengganti seragam, bukannya langsung makan, seperti biasanya. Ia malah duduk di depan televisi. Sebagai ibunya, saya tahu dia sama sekali tidak sungguh-sungguh menonton tayangan tersebut. Sama sekali bukan program favoritnya.

“Kak, nggak lapar?” tanyaku mengingatkan.

Anak gadisku yang baru menginjak kelas X SMU itu menatapku. Di matanya kulihat sejuta tanya.

Bukan menjawab pertanyaanku. Ia malah membicarakan hal lain.

“Bu, teman sekelasku dikeluarkan dari sekolah,” ucapnya sendu.

Hmm... itu rupanya masalah dia. Aku tersenyum lembut. Ingin menenangkan perasaannya. Rupanya ia kehilangan seorang teman yang entah apa masalahnya.

“Memang kenapa dengan temanmu, Kak?” Aku mencoba bersimpati dengan keadaan temannya itu.

“Ketahuan sekolah, dia lagi hamil, Bu.”

Seketika itu juga senyumku hilang. Perutku terasa mulaasss sekali. Ya Allah, Ya Rabbana...

Sejenak aku merasa bingung. Semua kata yang tadi aku siapkan untuk menghibur gadisku menguap seketika. Pikiran dan perasaanku berhasil dikuasai oleh kabar mengerikan itu. Ya memang, itu tidak terjadi pada anakku. Tapi...tapi... teman sekelasnya, tetaplah begitu mengerikan bagiku. Dan aku tidak pernah mau membayangkan hal yang lebih mengerikan dari itu.

Aku paham sekarang kacaunya perasaan gadisku. Ternyata aku pun seperti itu. Gadisku yang ceria menjalani hari-harinya dengan bermain dan belajar, kini disentakkan oleh kenyataan ternyata teman yang satu umur dengannya, sama-sama berseragam putih abu, dalam waktu yang tidak lama lagi akan  melahirkan seorang bayi. Oh God....

Kenapa semua itu bisa terjadi?

Bagaimana hal sejauh itu bisa terjadi?

Bagaimana mulainya?

Apakah semudah itu?

Pasti pertanyaan-pertanyaan itu yang tadi kulihat di matanya. Berkecamuk dalam pikirannya hingga dia seperti limbung. Tentu akulah yang dia harapkan sebagai pegangannya.

“Kakak tahu apa saja mengenai teman Kakak itu?” Aku segera memosisikan diri lagi sebagai teman bicaranya.

“Nggak tahu banyak sih. Lagi pula sekolah seperti menutup-nutupi. Tapi teman-teman yang tahu sih bilang kalau dia hamil itu sama pacarnya.”

“Masya Allah... Itulah bahayanya pacaran, Kak. Pantas saja dalam Al Qura’an sudah disebutkan bahwa kita sebagai muslim janganlah mendekati zina. Jangankan zina, mendekati saja jangan. Bukankah pacaran itu perbuatan mendekati zina?” tanyaku mencoba memancing reaksi Kakak.

“Tapi teman-temanku banyak yang punya pacar lho, Bu.”

“Ibu juga prihatin dengan keadaan sekarang, Kak. Dalam pandangan masyarakat kita secara umum, pacaran sudah seperti perbuatan biasa. Padahal resikonya sungguh besar. Ibu harap kamu tidak terpengaruh oleh lingkungan yang salah.”

“Insya Allah nggak, Bu. Kakak sudah bisa membedakan yang benar dan yang salah.”

“Alhamdulillah. O,ya Kak, Ibu ingin menyampaikan sebuah hadits yang mudah-mudahan dengan hadits ini, Kakak semakin berpegang teguh kepada kebenaran.”

“Apa haditsnya gitu?”

“Sebentar, Ibu bacakan:

“Dari Nabi SAW, beliau bersabda:  

“Ada tujuh golongan yang bakal dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: 
  1. Pemimpin yang adil, 
  2. pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), 
  3. seseorang yang hatinya bergantung kepada masjid (selalu melakukan shalat berjamaah di dalamnya), 
  4. dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, 
  5. seseorang yang diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk berzina), tapi ia mengatakan: “Aku takut kepada Allah”, 
  6. seseorang yang diberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kanannya, 
  7. dan seseorang yang berdzikir (mengingat) Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya.” 
(HR Bukhari)

“Hari yang tidak ada naungan itu maksudnya hari kiamat, ya Bu?”

“Iya, saat manusia dikumpulkan di alam mahsyar. Di sana jarak matahari sangat dekat dengan kepala-kepala manusia. Menurut keterangan kira-kira hanya 1-2 mil saja. Terbayang panasnya, bukan?”

“Iya, Bu.”

“Nah, dari sekian banyak manusia yang terpanggang panas matahari itu ada tujuh golongan yang oleh Allah diberi naungan sehingga mereka tidak merasa kepanasan. Di sini Ibu mau menggaris bawahi satu golongan yaitu pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah. Jadi Kak, mereka itu para pemuda yang seumur dengan Kakak saat ini. Yang dalam masa tumbuhnya begitu banyak godaan. Namun mereka tetap istiqomah dalam ketaatan kepada Allah Swt.”

“Apakah mereka itu para pemuda yang sepanjang waktu sholat terus, Bu?”

“Ya, bukan dong. Ibadah itukan ada hablumminalloh dan hablumminanas. Artinya bentuk ibadah bukan hanya sekedar ibadah ritual seperti shalat, puasa, zakat dan haji saja. Tapi kamu belajar yang rajin, berbakti pada orang tua, sayang pada saudara, berbuat baik pada semua ciptaan Allah, itu juga ibadah.”

“Oh gitu ya...”

“Iya. Ibu harap banget dari Kakak supaya Kakak bisa menjaga diri untuk tetap menjadi muslim yang istiqomah. Tidak terpengaruh oleh lingkungan yang salah. Meskipun semua teman-teman Kakak melakukannya. Kalau menurut Allah salah, ya tetap salah. Jangan diikuti. Demi apa, Kak?”

“Demi keselamatan masa depan Kakak sendiri.”

“Iya, masa depan di dunia dan akhirat kita.”

Begitulah perbincangan antara aku dan anak gadisku, setelah kabar yang mengerikan itu. Meskipun dengan segunung kekhawatiran hinggap di hatiku namun aku coba untuk tetap mempercayainya. Selebihnya aku pasrahkan kepada Allah. Hanya Dia-lah yang bisa menjaga anak-anakku di mana pun mereka berada. Kita sebagai orang tuanya hanya bisa memberitahu, menjaga semampu kita, dan mendoakannya.

Ya Allah lindungilah anak-anak kami. Jangan biarkan syetan mendekati mereka. Hindarkanlah mereka dari kejahatan dan kecelakaan, aamiin...
Baca juga: Menghadapi Anak Usia Remaja

*****
Itu tulisan curahan hati saya 4 tahun lalu, saat Kakak baru menginjak kelas X. Sekarang Kakak sudah kuliah. Sebetulnya hati saya bertambah sakit saat Kakak sudah di kelas XII dan dia cerita lagi pada saya kalau salah satu temannya ikut UN susulan.
“Kenapa nyusul?” tanya saya.
“Nunggu penyembuhan operasi.” jawabnya.
“Hah? Operasi kenapa?” tanyaku kaget. Terbayang di benakku, temannya Kakak mendapatkan kecelakaan parah.
“Operasi caesar habis melahirkan,” jawabnya lagi dengan enteng dan setengah tertawa.
Innalillahi....


Betapa semakin biasanya kejadian ini dialami oleh remaja sekarang hingga Kakak saja tidak merasa kaget lagi mendengarnya. Dan bagi saya itu lebih-lebih menyakitkan. Ya sebelum yang operasi caesar ini dan setelah kejadian teman sekelasnya di kelas X, Kakak mendapat kabar beberapa kali mengenai kejadian serupa dari teman seumurannya. Naudzubillah… Semoga Allah swt. menjauhkan kami dari hal-hal demikian.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...