Di budaya timur, sering disebut-sebut
salah satu kriteria seorang isteri atau seorang ibu yang baik itu pintar masak.
Terus terang, pencitraan seperti ini sering membuat saya terbebani. Pasalnya
saya tidak pintar masak, tidak begitu suka berlama-lama di dapur, pokoknya
tidak ada minat yang tinggi pada dunia masak-memasak. Sebelumnya saya luruskan
dulu ya. Saya tidak suka aktivitas memasak bukan berarti saya tidak masak untuk
keluarga saya. Saya masak kok semampu saya. Tapi perkembangannya ya mungkin
jauh sih kalau dibandingkan dengan ibu-ibu yang suka memasak.
Saya suka mikir-mikir apakah saya salah
karena tidak suka aktivitas memasak? Akhirnya saya mengingat-ingat kehidupan
masa lalu saya untuk menemukan jawabannya.
Dulu, sejak ibu saya tidak punya
pembantu, di rumah kami dibagi-bagi tugas. Saya sebagai anak sulung bertugas
mencuci baju dan setrika, sedangkan adik perempuan saya bertugas membantu
memasak di dapur. Bisa jadi hal inilah yang menyebabkan saya tidak bisa memasak
dan akhirnya tidak suka aktivitas memasak. Seingat saya, saat saya remaja saya
hanya bisa menggoreng telur, masak mie instan dan agar-agar.
Untunglah ketika keluar kuliah, saya
pernah bergabung dengan teman-teman yang mendirikan warung makan. Di situ saya
baru tahu bahwa masakan Indonesia itu memiliki bumbu dasar. Bawang merah,
bawang putih, garam itu ada di hampir semua masakan Indonesia. Selebihnya bisa
cabe, bisa kunyit, bisa ketumbar, tergantung jenis masakannya.
Itu yang pertama. Hal keduanya adalah
soal takaran dan komposisi. Awalnya saya hanya bantu potong-potong bahan saja.
Tidak pernah sekalipun berani memasukan bumbu walaupun hanya sejumput garam.
Terlebih menentukan komposisi bahan, pada sambal misalnya. Saya tidak tahu
untuk seporsi sambal itu, cabenya segimana, gulanya segimana, garamnya
segimana, dan seterusnya. Blank pokoknya.
Dari membantu teman itu
alhamdulillah...akhirnya sedikit demi sedikit saya belajar rumus rasa. Saya
mulai tahu kalau bahan A dicampur bahan B, jadinya memiliki rasa C. Kalau
nyicip rasa D itu terkandung bahan E, F dan G, dan sebagainya. Hihi...baru tahu
ternyata pekerjaan masak itu menyangkut juga soal perasaan, tidak berhenti di
takaran.
Pas pulang kampung, saya memasak tumis
asin cumi cabai hijau. Asal tahu saja, ayah saya sampai sujud syukur saya bisa
masak sesuatu haha...😂. Sampai sekarang, ayah selalu kangen dengan masakan
pertama putrinya itu. Sebetulnya waktu itu saya masih santai soal
masak-memasak. Soalnya kan gak ada yang maksa saya mesti masak. Namun pas saya
nikah, di situ saya baru sadar bahwa ternyata memasak itu merupakan bagian dari
berumah tangga. Ya kalau bukan saya yang masak, siapa lagi? Suami kan udah
jelas pergi pagi pulang sore. Haduuh...
Meski begitu untunglah saya tidak
sepolos dulu lagi. Pengetahuan tentang bumbu dasar dan rumus rasa sangat
membantu. Namun supaya saya punya pegangan, saya minta adik saya menulis
beberapa resep sederhana yang biasa dia masak di rumah. Sampai beberapa tahun,
buku kecil berisi resep tulisan adik saya itu selalu setia menemani. Terselip
manis di antara toples garam dan merica. Di dalamnya tertulis antara lain resep
tumis kangkung, sayur asem, dan pepes tahu. Semuanya sih ada sekitar selusin
resep. Lumayan lah diputer-puter hehe...
Semakin kesini saya coba resep-resep
yang lain. Yang praktis-praktis saja sih. Ada lauk pauk seperti teriyaki, sup
bola daging, berbagai tumisan dan lain-lain. Ada juga penganan-penganan semacam
resep pancake sederhana, berbagai macam puding atau cake. Tapi ya jarang-jarang
juga 😅.
Sebetulnya keluarga jarang protes dengan
rasa masakan saya. Saya pikir mungkin lidah mereka sudah terbiasa saja dengan
racikan bumbu masakan saya. Namun saya masih suka tidak pede membawa masakan
keluar rumah. Misalnya pas acara potluck (botram/mayoran) bersama tetangga,
saya lebih sering bawa buah, puding, minuman atau makanan jadi saja.
Nah, yang tadi itu buat masak sehari-hari.
Untuk hari raya kayak idul fitri sih saya usahakan masak lebih spesial.
Ketupat, opor ayam, sambal goreng kentang, semur daging sapi pasti saya bikin.
Kalau idul adha ya saya bikin gulai, sate dan acar. Meskipun saya jarang-jarang
masak besar, alhamdulillah sih jarang gagal. Pokoknya soal rumus rasa itu
memang bener-bener penting.
Jadi kenapa saya tetap mengklaim tidak
suka aktivitas memasak? Jawabannya, mungkin karena tidak semua manusia
diciptakan Tuhan harus suka memasak hehehe...💃💃💃