karangan: Maryam (11 th.)
Hujan mulai gerimis, mataku serasa buram, hujan semakin deras. Kulihat samar-samar bayangan hitam. Semakin besar, semakin besar, dan semakin besar. Tiba-tiba terlihat cahaya yang sangat terang. Aku merasa terserap oleh cahaya itu. Dan kemudian aku merasa melayang di udara. Ruangan di sekelilingku gelap dan hampa. Aku merasa akan jatuh, tetapi aku tidak bisa bergerak. Bahkan aku tidak melihat tubuhku sendiri. Aku merasakan buta. Tiba-tiba tubuhku terasa basah seluruhnya. Kemudian aku tak ingat apa-apa.
Aku membuka mata, kepalaku terasa pening. Kemudian aku sadar sepenuhnya. Aku berada di dataran yang tidak rata. Aku melihat ke atas bintang-bintang terasa sangat dekat. Aku melihat ke samping. Aku terhenyak, bulan terlihat sangaaat besar. Aku kemudian berdiri. Aku meninggalkan rompiku ditempat itu. Aku mencoba menyusuri tempat yang sama sekali tidak kukenal ini. Ditempat ini tidak ada yang istimewa. Kurasa aku akan mati kelaparan ditempat ini. Di sini Cuma ada bebatuan besar ataupun kecil. Kemudian aku menemukan rompiku kembali. Ah, aku telah kembali ke tempat tadi.
Aku pakai lagi rompiku dan tertunduk lesu. Kemudian aku mendengar derap kaki, kemudian aku menoleh ke segala penjuru. Tidak ada siapapun disana. Kemudian aku kembali termenung. Tiba-tiba ada yang memukul punggungku dengan keras. Dan aku tidak sadarkan diri.
Namaku Veronica Jean, teman-tmanku biasa memanggilku Veron. Aku duduk di kelas 6 sekolah dasar. Aku hidup di keluarga yang saling menyayangi. Ayahku bekerja disebuah percetakan, sehingga hidup kami bisa dibilang pas-pasan. Sebulan yang lalu datang seorang sales sepeda ke rumahku. Aku sangat ingin memiliki sepeda, tetapi aku mengerti kesulitan ekonomi keluargaku. Karena saking inginnya aku memutuskan bekerja di sebuah kedai pizza. Kedai itu cukup terkenal dan satu-satunya di kotaku. Aku bekerja sebagai pegantar pizza. Suatu hari seseorang memesan pizza dengan jumlah 4 kotak! Dengan semangat aku berangkat, dan saat itulah petualanganku dimulai.
Perlahan-lahan kubuka mataku aku melihat seberkas cahaya remang- remang. Ternyata cahaya itu berasal dari sebuah obor. Kemudian aku mencoba bergerak ternyata kaki dan tanganku diikat dengan kuat. Aku melihat ke sekeliling, ternyata aku berada di sebuah penjara! Di samping penjara ada mahluk yang menjaga. Bentuknya seperti gurita dengan mata sangat besar di dahinya dan memiliki 4 kaki. Warnanya ungu tua yang terlihat berlendir. Aku tidak mau melihatnya karena melihatnya membuatku ingin muntah. Mahluk itu menoleh dan menyadari bahwa aku sudah sadar sedari tadi. Ia membuka pintu penjara dengan menendangnya sehingga menimbulkan suara berdebam yang memekakkan telinga. Mahluk itu menggiringku melewati lorong-lorong yang gelap. Akhirnya tibalah kami di sebuah ruangan.
Ruangan itu sangat luas dan terang, ditengah ruangan itu ada singgasana yang tinggi dan diduduki oleh mahluk hijau seperti tokoh di film Shrek. Tubuhnya juga berlendir seperti para pengikutnya.
“Futredsajikhobfixu.”
Aku tak tahu apa yang mahluk itu katakan tetapi aku yakin ia bicara padaku. Kemudian ia berbisik pada pengawalnya, dan pengawalnya pun pergi. Tak berapa lama pengawal itu kembali membawa sebuah kantung.
“Hujrhfkojkaolt!”
Pengawal itu mendekatiku dan tanpa basa-basi ia memaksaku menelan benda aneh yang lembek. Akhirnya akupun menelannya.
Rasanya sama sekali tidak enak, seperti memakan roti yang telah dicelupkan ke teh dingin selama 1 jam. Rasanya juga tidak manis, seperti campuran pahit dan asam dengan lendir yang sangaaaat banyak tetapi sangat susah ditelan.
“Siapa namamu?”
Aku agak jengkel dengan bentakan itu. Aku hampir sekarat dengan makanan aneh itu, mereka malah membentakku?! Tapi, hei tunggu dulu, mengapa aku mengerti bahasa mereka?
Ternyata makanan menjijikan ini menerjemahkan bahasaku dengan bahasa mereka. Sekali lagi suara itu membentakku.
Akhirnya aku menjawab, “ Namaku Veronica!” jawabku tak kalah kerasnya.
“Dasar penyusup, tak tahu malu kamu! Beruntung kamu tidak kami bunuh!” salah satu dari pengawalnya bicara.
“Aku lebih baik mati dari pada melihat mahluk menjijikan seperti kalian!” balasku tak mau kalah.
Pemimpin mahluk itu terlihat sangat sebal dengan perkataan terakhirku.
“Baik kalau begitu…” ucap sang pemimpin. “Kalau itu maumu. Pengawal, masukkan saja dia ke penjara!”
Tentu saja aku terkejut, mereka akan membuat aku mendekam di penjara, dan aku tak dapat membayang seberapa menjijikan penjara di sini.
Kemudian para pengawal itu menggiringku melewati lorong-lorong. Dalam perjalanan aku tak dapat memikirkan apapun. Dan tiba-tiba saja dalam kepalaku muncul bayang-bayang ayahku. Ayahku pasti sangat sedih bila mengetahui keadaanku sekarang. Saat sampai di sebuah ruangan gelap aku melihat begitu menjijikan tempat itu. Banyak bangkai tikus dan lumut di pinggiran dinding. Tepat sebelum aku dimasukkan kedalam penjara, aku berkata pada para pengawal bahwa aku bersedia menjadi pengikut mereka. Maka aku pun kembali ke ruangan besar itu.
“Hei, mengapa kalian membawanya ke sini lagi!” kata sang raja saat kami sampai di ruangan itu lagi.
Kemudian salah satu pengawal membisikkan sesuatu kepada si raja.
“Mmm… baiklah, kalau begitu apakah kamu bisa memasak?” tanya si raja.
Kemudian aku teringat sesuatu, aku sangat sering melihat Annie, pembuat pizza saat ia sedang membuatnya. Tapi aku tidak yakin bisa membuatnya, aku belum pernah mencoba membuatnya. Tapi apa boleh buat dari pada aku dipenjara oleh mereka.
“Baiklah akan kucoba,” jawabku walau aku sendiri tak yakin.
Kemudian mereka membawaku melewati lorong-lorong lagi. Lorong itu penerangannya sangat kurang.
Tetapi saat kubuka pintu dapur, disana terang seperti di ruang tengah tadi. Lalu aku masuk dan melihat-lihat, ternyata alat masak yang ada di sini sangat modern. Aku baru melihat hal seperti itu, baru sekali saja saat ada festival memasak di hotel bintang lima di ibu kota.
Kemudian aku memulainya. Pertama, aku membuka lemari-lemari kecil yang berada di samping panggangan. Dan aku terkejut, semua bahan makanan ada di sini!
Aku mengambil sekantung terigu dan memasukkanya kedalam baskom, aku menambahkannya dengan air dan mengaduknya. Ketika semua adonan telah tercampur, aku mengeluarkan adonan itu dari baskom dan meratakannya dengan penggiling adonan. Setelah cukup rata aku memberikan topping diatasnya berupa saus, kemudian tomat, daging cincang, jamur, sayuran, dll. Aku memasukkan ke dalam oven dengan panas 37 derajat Fahrenheit. Kemudian dipanggang dalam waktu 30 menit. Tak berapa lama pizza itu matang, aku mewadahinya dengan piring besar dan menutupinya dengan tudung saji dari alumunium.
Saat aku keluar para penjaga telah menunggu, kami pergi lagi ke ruang tengah. Setelah sampai, aku menyimpannya diatas meja dan aku mundur beberapa langkah. Saat tudung dibuka menyeruaklah bau sedap yang dapat meneteskan air liur. Si raja sudah tidak sabar sehingga melompat dari singgasananya ke bawah. Ia langsung melahap makanan yang terhidang di meja dalam beberapa gigitan saja. Kemudian pada gigitan terakhirnya ia mencoba menikmatinya. Ia terdiam, semua orang menunggu, menunggu, dan menunggu.
“Hmm…rasanya, rasanya sangat luar biasa!” teriak si raja
“Apa nama makanan ini?” tanyanya lagi.
“Di tempatku itu disebut pizza” jawabku.
“Buatkan lagi untukku yang banyaaak, banyak sekali!”
“Pengawal!!. Bawakan seluruh bahan, oven, dan para juru masak kesini!” perintah raja kemudian.
Hah, menurut mereka masakanku enak. Aku tak percaya, dan ketika aku termangu sekitar 10 detik, apa yang diminta si raja telah ada di hadapanku.
“Tapi raja, aku ingin resep ini dirahasiakan, aku tidak ingin semuanya mengetahui resep ini.”
“Baiklah, nanti akan aku hilangkan pikiran mereka. Pengawal bawakan alat itu!”teriak si raja.
Pengawalpun mengambilkan alat yang diminta sang raja. Alat itu seperti pistol bentuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih ya atas kunjungan dan komentarnya ^^