foto dari sini |
Dalam kehidupan ini berbagai peristiwa silih berganti. Peristiwa membahagiakan atau menyedihkan pasti pernah kita alami. Bagi orang yang beriman kepada Allah swt., kita memandang dan membingkai kehidupan ini sebagai sebuah media yang disediakan Allah bagi kita untuk bisa beribadah kepada-Nya. Ya, kehidupan ini hanyalah sementara karena suatu saat kita bakal kembali pada-Nya. Adapun peristiwa-peristiwa yang datang kepada kita hanyalah ujian. Apakah kita akan mengembalikan semua pada-Nya dengan cara bersyukur jika diberi kebahagiaan dan bersabar jika diberi kesedihan?
Dari Shuhaib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda. “Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin.
Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan,
maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa
kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya”.
(sumber hadits dari sini)
Meskipun kesempitan itu merupakan kebaikan bagi seorang mukmin, namun tentunya kita berharap kebahagianlah yang selalu ada dalam kehidupan kita. Bukannya kita tidak menerima kehendak Allah, cobalah tanya hati kita, pasti tidak ada manusia yang ingin hidupnya menderita, bukan?
Jika kehidupan ini datangnya dari Allah swt., maka tidak ada yang lebih pantas kita minta selain kepada Allah. Kita ingin kebahagiaan dalam hidup kita. Kita ingin hidup kita dipenuhi dengan kebaikan-kebaikan bagi diri kita. Namun Allah membimbing kita dalam al qur'an supaya kita tidak meminta kebaikan hanya untuk dunia saja. Mintalah pada Allah kebaikan hidup di dunia dan akhirat seperti yang disebutkan dalam Qs. Al Baqarah, ayat 201.
Saat kita meminta kebaikan dari Allah, maka Allah-lah yang akan menentukan yang terbaik buat kita. Masalahnya, ada kalanya kita lambat memahami hakikat sebuah peristiwa sebagai sebuah kebaikan. Sering kali kita memiliki definisi sendiri tentang sebuah kebaikan. Bayangan kita, kebaikan itu adalah hal-hal yang menyenangkan nafsu kita. Padahal bisa jadi yang menyenangkan itu akan merusak kehidupan kita selanjutnya. Oleh karenanya kita perlu berprasangka baik pada Allah. Yang saya rasakan secara langsung, berprasangka baik pada Allah itu menyehatkan batin saya. Jika saya mendapat kejadian menyedihkan, maka dengan mengingat bahwa ini kebaikan dari Allah, maka recovery batin saya lebih cepat. Saya pun tidak akan terpuruk berlama-lama dan akan segera bangkit menyelesaikan masalah.
Salah satu sifat Allah yang tersebut dalam asmaul husna adalah Asy Syakur yang artinya Maha Berterima Kasih. Allah akan berterima kasih pada hamba-Nya yang telah berprasangka baik pada-Nya. Karenanya jika kita sudah berprasangka baik pada Allah, bersiap-siaplah tidak lama lagi kita bakal menerima kebaikan yang menyenangkan dari Allah. Asyik bukan? hehe...
Bicara soal kebaikan dari Allah, tadi saya mengatakan kadang definisi kebaikan menurut kita dengan Allah berbeda. Tapi jangan lupa, sering juga sama kok hehe... Misalnya kita meminta A karena A itu kebaikan bagi kita. Kemudian Allah pun mengabulkannya buat kita. Wow senangnya! Tapi tunggu dulu. Kadang Allah menunda juga mengabulkan kita mendapatkan A itu setelah sekian tahun kita berdoa. Tapi yakinlah, saat pengabulan itu pasti waktu yang terbaik bagi kita untuk mendapatkannya.
Oya, saya ingin berbagi cerita. Saya membaca pertanda ini dari berbagai pengalaman. Saya melihat, jika Allah sudah mentakdirkan kepada saya suatu karunia, maka jalan menuju karunia itu akan dimudahkan bagi saya. Padahal sebelumnya tidak terbayang sama sekali. Dan jika Allah tidak menghendaki saya memiliki sesuatu karena itu bukan kebaikan bagi saya, maka Allah akan menghalanginya dengan berbagai cara. Tapi, jika kita berprasangka baik pada Allah (berpikir positif), maka Allah akan menggantinya dengan kebaikan yang menyenangkan kita.
Misalnya ketika saya dan suami hendak memiliki rumah. Beberapa tahun sebelumnya, saya tidak pernah terbayang bagaimana saya bisa memiliki rumah. Penghasilan suami sebagai karyawan swasta hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari saja. Padahal anak kami terus bertambah. Namun pada saat saya hamil anak ke-5, suami memiliki penghasilan lebih di pekerjaan barunya. Walaupun begitu, kami masih belum terbayang juga bisa memiliki rumah. Hingga saya hamil anak ke-6, tibalah saat itu.
Waktu itu, suami mendapatkan keuntungan dari bisnisnya. Walaupun jumlahnya cukup besar, tapi tidak cukup untuk membeli rumah. Qadarullah, dalam waktu bersamaan, tanah milik orang tua saya di kampung ada yang membeli dan orang tua mau meminjamkan dananya pada kami. Selain itu ada beberapa sumber keuangan yang berhasil kami cairkan dalam waktu hampir bersamaan juga. Lokasi rumah yang dijual pun tidak jauh dari kontrakan kami sehingga memudahkan kami dalam memprosesnya. Kami pun kadung betah tinggal di lingkungan itu. Jadi senang sekali bisa mendapatkan rumah tersebut. Dengan berbagai kemudahan yang telah ditakdirkan Allah itulah, maka kami dapat memiliki rumah sendiri.
Demikian pula saat saya dan suami harus memiliki kendaraan roda empat. Saat itu kami berniat membeli rumah yang ada di samping rumah kami untuk investasi. Bisnis suami saya memang di bidang property. Suami ingin membeli rumah-rumah second dan merenovasinya untuk dijual kembali. Suami sudah memberikan uang muka untuk rumah tersebut pada pemilik rumah dan berjanji akan melunasi jika pemilik rumah sudah mengurus surat-surat rumahnya hingga beres. Namun bukannya beres, rumah tersebut malah dijual ke pembeli lain tanpa sepengetahuan dan sepersetujuan kami. Pemilik rumah mengembalikan uang muka secara sepihak. Jika kami berpikir negatif, geram rasanya diperlakukan seperti itu oleh pemilik rumah. Sungguh dia tidak menghormati kami yang sudah memberikan uang muka terlebih dahulu. Namun jika dipikir dengan positif, karena tidak jadi membeli rumah tersebut akhirnya kami jadi memiliki kendaraan roda empat. Ya, uang yang sedianya dibelikan rumah jadi kami alihkan untuk membeli mobil. Pada intinya sih kami harus berprasangka baik saja pada Allah. Mungkin jika kami memiliki rumah tersebut bisa jadi bukan kebaikan bagi kami. Dan buktinya sekarang, kendaraan itu malah sangat bermanfaat bagi keluarga kami. Secara, punya anak 6 susah mudik maupun piknik kan yah hehe... Alhamdulillah, akibat berprasangka baik pada Allah, balasannya menyenangkan, bukan?
Pengalaman-pengalaman itu menunjukkan pada saya bahwa sekuat apapun kita berusaha, jika Allah tidak berkehendak memberikannya maka kita jangan memaksakannya. Dan jika kebaikan yang kita minta pada Allah, maka kita berharap apa yang diberikan Allah kepada kita itu sesuatu yang berkah, bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat kita.
Ya, kita bisa saja memaksakan diri untuk mendapatkan sesuatu dengan menghalalkan segala cara. Namun jika tidak berkah, untuk apa? Kelihatannya saja kita memiliki yang kita inginkan. Tapi saya yakin sesuatu yang tidak berkah tidak akan membuat kita bahagia. Kita berharap dengan campur tangan Allah, semoga kita terhindar dari harta semu, yang hanya akan membawa kita kepada kesedihan. Oleh karenanya, dalam menjalani kehidupan ini mintalah kebaikan pada Allah dan berprasangka baiklah pada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih ya atas kunjungan dan komentarnya ^^