Bulan maret 2016 ini, putra saya Hamzah meraih juara
1 Kompetisi Sains Madrasah (KSM) untuk Tsanawiyah tingkat Kota Bandung di
Bidang Fisika. Hamzah pun berhak maju ke KSM tingkat provinsi pada bulan mei
mendatang. Prestasi yang Hamzah raih pernah juga dirasakan oleh kakaknya
Hamzah, yaitu Husna. Bahkan Husna berhasil melaju hingga tingkat nasional di bidang fisika ini. Meskipun di tingkat nasional, Husna hanya berhasil meraih medali perak. Karena prestasinya itu, Husna bisa masuk ke
SMAN 3 Bandung melalui jalur prestasi.
Saya sebagai ibunya tentu merasa bangga hehe... Ibu
mana sih yang tidak bangga jika anaknya berprestasi? Nah, karena foto Hamzah
dengan medali emas dan pialanya saya jadikan foto profil facebook, otomatis
banyak sekali respon positif yang saya terima. Mulai dari ucapan selamat hingga
menanyakan bagaimana cara mendidik anak supaya berprestasi.
Saya sering bingung jika ditanya seperti itu.
Pasalnya, saya bukan tipe orang tua yang menyuruh anak supaya belajar terus
menerus, les ini-itu dan mesti mengerjakan berbagai soal-soal pelajaran. Tapi
bukan pula saya cuek terhadap pendidikan anak. Saya membaca juga buku-buku
parenting. Namun bagi saya, pendidikan anak bukan bagaimana mereka hapal
berbagai isi pelajaran sekolah dan mendapat nilai tinggi. Bagi saya, pendidikan
anak itu adalah memahamkan anak bagaimana dia mengenali dirinya, mengerti
tentang kehidupan ini dan dapat menjalaninya dengan baik.
Beberapa buku parenting yang saya baca |
Selain tentunya kita mendukung anak dengan kasih sayang, doa dan fasilitas sekemampuan kita, yang saya praktekan di rumah terhadap anak-anak,
antara lain seperti ini:
1. Banyak
Ngobrol
Saat anak-anak di
rumah, saya lebih banyak ngobrol dengan mereka alih-alih menyuruh mereka
membuka buku pelajaran. Bukan...bukan saya menyepelekan pekerjaan rumah dari
sekolah. Saya juga mengingatkan jika mereka ada PR. Tapi aktivitas ngobrol
bersama anak-anak harus menjadi prioritas. Tidak harus selalu pas kita santai
kok. Ada pekerjaan yang bisa disambi saat ngobrol dengan anak. Saya sering
ngobrol dengan anak sambil merapikan baju di lemari atau sambil luluran lotion
ke tangan dan kaki ;)
Salah seorang teman
saya pernah bilang, katanya dia juga sering ngobrol dengan anak tapi masalahnya
anak-anak tidak mau dengar. Lalu saya tanya, memang kamu ngomong apa? Jawab
teman saya, ya ngasih nasihat.
Haha...tentu saja anak
tidak mau dengar. Pasti anak-anak bilang, ibu membosankan, pasti ibu kasih
nasihat lagi, sebel, dan lain sebagainya. Yang saya maksud ngobrol itu adalah
membicarakan apapun yang menarik minat anak. Jadi, sudut pandangnya adalah
sudut pandang anak. Bukan sudut pandang orang tua. Misalnya, anak kita sedang
gandrung game. Cobalah pelajari sedikit tentang game itu dan kenapa anak kita
begitu tertarik. Nah kita bisa jadikan soal game itu menjadi obrolan yang
menarik. Tentu anak-anak akan meresponnya dengan semangat. Barulah kita bisa
memasukan nilai-nilai positif di dalamnya tanpa nada menggurui. Misalnya kita
mengangkat sisi positif dari game itu seperti melatih ketekunan atau
sportifitas. Tentu anak-anak akan bangga jika game kesukaannya dipuji. Lalu
ingatkan pula bahwa tugas utama kita adalah belajar jadi ambil manfaatnya dari
game tersebut dan jangan sampai mengganggu tugas utama kita. Insya Allah jika
kita memberi penghargaan pada aktivitas anak, maka anak akan rela mendengar
nasihat kita.
Oya menurut saya,
ngobrol antara orang tua dan anak itu berperan juga dalam mencerdaskan anak lho.
Tentunya cara ngobrolnya jangan dibiarkan begitu saja tapi harus menghasilkan
obrolan berkualitas. Oleh karenanya orang tua harus pandai mengarahkan sehingga
obrolan tidak hanya sekedar ngalor-ngidul, kesana-kemari. Misalnya orang tua
melemparkan sebuah pertanyaan ke anak seperti, siapa sih teman kalian yang
paling populer di kelas, siapakah guru yang paling kalian sukai, atau kemana
sih kalian ingin berlibur? Kalau obrolan seperti ini dibiasakan sejak anak kecil,
anak akan terbiasa diajak mencerna sebuah pertanyaan dan memikirkan jawabannya.
Kemudian kita tanya alasan dari pilihan mereka. Hal ini akan melatih mereka
supaya terbiasa membuat alasan atas dasar pemikiran. Insya Allah dari aktifitas
ngobrol dengan anak ini akan banyak manfaatnya. Jadi jangan sampai
menyepelekannya ya.
2. Seimbangkan
Fungsi Otak Kanan dan Kiri
Masalah fungsi otak
kanan dan kiri sudah banyak dibahas di buku, di seminar-seminar pendidikan dan
di internet. Jadi silakan teman-teman cari sendiri. Di sini saya hanya ingin
cerita mengenai apa yang saya lakukan untuk memaksimalkan fungsi otak kanan dan
kiri anak.
Berdasarkan percobaan
sederhana, saya diketahui dominan otak kanan dan suami dominan otak kiri.
Mungkin tanpa disadari, perlakuan kami terhadap anak berdasarkan dominasi otak
yang kami miliki ini membuat anak memiliki keseimbangan di keduanya. Itu baru
mungkin ya hehe... Tapi bukan berarti karena saya dominan otak kanan lantas
tidak melatih anak menggunakan otak kirinya. Kalau secara teori tahu, ya kenapa
tidak dipraktekan, ya kan.
Untuk melatih otak
kanan anak, saya sering menyanyikan lagu-lagu di dekat anak. Bahkan tiap anak
yang lahir saya buatkan jingle khusus yang memuat nama masing-masing anak. Ketika
saya menggendongnya, saya selalu menyanyikan jingle itu. Sampai anak-anak
besar, mereka tahu jingle lagunya masing-masing.
Ketika anak sudah
menginjak usia balita, saya senang cerita apa saja ke anak-anak. Dongeng, kisah
masa kecil, pengalaman orang lain, dan sebagainya. Bercerita pada anak dapat meningkatkan
daya imajinasi anak yang merupakan fungsi dari belahan otak kanan.
Sedangkan untuk melatih
otak kirinya, saya mengajarkan berbagai hapalan doa dan surat-surat pendek
bahkan sejak mereka bayi. Saya tidak menyuruh anak-anak berdiri di depan saya
dan membacakan hapalannya. Cukup dengan melapalkan saja pada saat mereka mau
masuk dan keluar kamar mandi, saat mau makan, saat mau pergi dan aktivitas
lainnya. Untuk hapalan ayat, setiap pagi saya biasa menperdengarkan murottal
dari MP3 dan melapalkannya sambil beraktifitas. Selebihnya saya mengajarkan
mereka membaca, berhitung dan hal-hal lain yang membutuhkan kemampuan otak
kiri.
3. Karakter,
Potensi Anak dan Menempatkannya.
Di sini saya ingin
menceritakan tiga orang anak saya dengan karakter yang berbeda-beda dan
bagaimana saya memperlakukan mereka sesuai kebutuhan mereka.
Pertama, Kakak Ovi (umur
12 tahun) yang memiliki karakter keras. Tidak ada yang bisa menundukkan Kakak
Ovi kecuali dirinya sendiri yang ingin. Karakter ini sering memicu konflik
dengan saudara-saudaranya. Saudara-saudaranya sering mengadu kesal karena Kakak
Ovi tidak mau menurut. Sebagai ibunya, saya justru melihat bahwa karakter keras
yang dimiliki Kakak Ovi merupakan potensi besar. Saya tidak boleh menghilangkannya
dengan mengatakan bahwa kekerasan wataknya itu merupakan kejelekan atau sikap
bandel dalam artian negatif. Justru saya harus meyakinkan Kakak Ovi bahwa
sikapnya itu merupakan keteguhan hatinya. Sehingga jika digunakan dalam jalan
kebenaran, Kakak Ovi akan menjadi pemegang kebenaran yang kuat.
Saya tahu, ucapan dan
perlakuan saya terhadapa dirinya sangat membesarkan hatinya. Meskipun dia kerap
melakukan kesalahan karena sikap dasarnya itu membuat dia bermasalah dengan
saudaranya, tapi dia yakin ibu selalu di sampingnya untuk membantunya
menempatkan sikapnya dengan tepat.
Kedua, Abang Awan (umur
9 tahun). Bang Awan sudah menunjukkan kecerdasan intelektualnya sejak kecil.
Dia sudah bisa membaca dengan lancar mulai usia 3 tahun. Dia juga sangat suka surfing
di internet. Laman yang sering dia kunjungi seperti wikipedia, google maps,
detik.com, dan berbagai situs berbasis ilmu pengetahuan dan berita. Tidak heran
kalau dia sering menjadi tempat kita bertanya seperti, nama dan arah jalan, kejadian
terkini, dan bermacam-macam pengetahuan lainnya. Anaknya cenderung pendiam,
jarang mau main di luar dan minim aktivitas fisik. Anehnya ketika Bang Awan
kecil ditanya cita-citanya mau jadi apa? Dia menjawab ingin menjadi tentara.
Saya benar-benar tidak paham apa yang Bang Awan pikirkan tentang tentara.
Namun sekarang
cita-citanya sudah berubah lagi. Hal itu saya ketahui saat pagi-pagi, Bang Awan
bilang harus membawa kostum ke sekolah sesuai cita-cita. Saya tanya, memang
Bang Awan cita-citanya ingin jadi apa? Dengan mantap Bang Awan menjawab, ingin
menjadi Pengusaha Sukses!
Wow...
Melihat karakter Bang
Awan yang kutu buku dan cenderung pendiam, saya berupaya memotivasi Bang Awan
supaya mau melakukan aktivitas fisik seperti bermain sepeda bersama anak
tetangga dan beberapa tugas kecil seperti mencuci sepatu sendiri. Ya dia harus
melatih keterampilan sosial dan motoriknya supaya seimbang dengan kemampuan
otaknya. Walaupun guru-gurunya mengatakan Bang Awan pintar di semua bidang
pelajaran di sekolah dan dapat ranking 1 di kelas, tapi Ibu akan lebih bahagia jika Bang Awan suka ngobrol
dan bermain dengan teman-temannya juga. Karena keberhasilan hidup itu tidak
hanya ditentukan oleh kepintaran otak saja tapi juga kepintaran bergaul dan
bekerja keras.
Ketiga, Ade Yahya (umur
5,5 tahun). Terus terang saya terkaget-kaget mendapati anak seperti Ade Yahya.
Sejak bayi dia sering sekali jatuh dari tempat tidur. Di usia dua tahun dia
pernah menggelinding dari tangga dan di usia 3 tahun dia pernah berjalan di
puncak wuwungan rumah :’( Gerakan badan Ade itu lebih cepat dari yang kita duga.
Misalnya, ketika Ade yahya bertanya, bolehkah Ade minta piring? Saat kita
menjawab, ya, maka Ade Yahya sudah berlari memanjat rak piring. Gerak cepat dan
keberaniannya itu kerap membuat saya kaget dan khawatir. Dia tidak takut melakukan
apapun. Tidak heran jika di usia 4 tahun, Ade Yahya sudah bisa mengendarai
sepeda milik saya. Namun karena gerakannya yang cepat itu pula, Ade sering
melakukan segala sesuatu dengan terburu-buru dan akhirnya melakukan kesalahan.
Banyak teman-temannya yang protes padanya karena merasa terganggu. Hal yang
paling sulit dilakukan di sekolah adalah baris berbaris dan sholat berjamaah.
Dia selalu tidak sabar menunggu saat pikirannya tertarik kepada hal
lain. Tapi bukan berarti dia tidak bisa konsentrasi. Adek Yahya bakal mampu
melakukan sesuatu berjam-jam jika ada sesuatu yang benar-benar mampu menarik
hatinya.
Oya Ade Yahya termasuk
anak yang supel. Temannya banyak. Dia sering membawa teman-teman barunya ke
rumah.
Saya tanya Ade, “Siapa
itu Dek?”
“Teman,” Jawab Ade
singkat.
“Siapa namanya?”
Selidikku.
“Hehe...lupa,” sambil
melirik teman barunya itu.
“Memang kenalan di
mana?”
“Ketemu barusan di
lapang dekat masjid.”
Ade...Ade...siapa saja
selalu bisa jadi teman kamu hehe...
Karena aktivitas
fisiknya yang tinggi dan sering ingin serba cepat, kaki Ade banyak baret-baret
dan bajunya pun cepat sekali kotor. Karenanya saya lebih memilih warna-warna
gelap untuk baju Ade seperti baju warna hitam yang dipakai oleh Ade ini. Baju kaos dari Hoofla Kids.
Oya kenalkan Hoofla
adalah merk baju kaos dari Bandung yang dipakai oleh Kakak Ovi, Bang Awan dan Ade Yahya pada
foto-foto di tulisan ini. Bahannya lembut, menyerap keringat, tidak tipis tapi
juga tidak terlalu tebal. Pokoknya pas banget.
Ada kesamaan antara saya dan
Hoofla. Hal itu tergambar dalam tagline Hoofla yaitu When Your Kids Meet Their
Needs. Saya seorang ibu yang memperlakukan anak sesuai kebutuhan mereka. Demikian
pula Hoofla, produk-produknya terinspirasi dari kebutuhan anak. Baik dari
bahan, model, warna, gambar dan tulisan yang menghiasi kaosnya. Coba
teman-teman lihat produk-produk Hoofla lainnya di katalog ini.
Menarik-menarik
bukan? Tapi kalau teman ingin tahu lebih jelas lagi, Teman-teman bisa cek ke
instagram Hoofla dan page Hoofla ya.
Balik lagi ke soal pendidikan anak. Jika anak mengenali
dirinya, mengerti apa itu hidup dan bagaimana menjalaninya, maka dia akan lebih
percaya diri melangkah dan menapaki kehidupannya.
Simpulannya adalah, kita sebagai orang tua hanya
tinggal membantunya dengan melatih keterampilan berpikir dan komunikasinya,
memaksimalkan fungsi otaknya dan menjaga serta mengarahkan potensinya pada
kebaikan. Skill-nya? Ya itu salah satu bantuan dari sekolah.
Hmm...kira-kira seperti itu, teman-teman. Terus
terang, saya juga masih terus belajar dalam mendidik anak. Jadi, apa yang saya
lakukan bukan jaminan keberhasilan 100%. Apa yang saya lakukan ini hanya
merupakan sebuah usaha sejauh yang saya mampu. Sedangkan hasilnya saya serahkan
pada Sang Maha Pencipta. Tapi, mudah-mudahan tulisan ini bisa menjawab
kepenasaran teman-teman tentang bagaimana cara saya memperlakukan anak-anak saya
sehari-hari ya.
Artikel ini disponsori oleh Hoofla Kids, WHEN YOUR KIDS MEET THEIR NEEDS. Brand kaos anak
lucu, kaos anak muslim, kaos anak karakter, kaos anak branded, kaos anak
bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih ya atas kunjungan dan komentarnya ^^