Gambar dari sini |
Maaf ya, bagi
yang tidak berkenan dengan judul tulisan ini. Saya hanya ingin menceritakan
tentang masa kecil saya yang lahir dengandaya imajinasi tinggi. Saya sering mengkhayalkan berbagai hal seperti istana permen dan
es krim, istana boneka, gaun-gaun putri, pesta pernikahan dengan pangeran,
penyihir, koki istana, ratu, peri, malaikat dan hal-hal
seperti itu.
Sepertinya khayalan-khayalan saya tidak lepas dari majalah
anak yang saya baca masa itu. Beruntung, meski orang tua saya tinggal di
kampung tapi saya sudah dapat fasilitas langganan majalah anak yang terbit seminggu
sekali.
Gambar dari sini |
Namun di sisi
lain, saya juga tinggal di lingkungan agamis khususnya di lingkungan kakek dari pihak ayah dan
nenek dari pihak ibu. Nenek tinggalnya cukup jauh jadi beliau
mempengaruhi keber-agamaan saya ketika saya sudah cukup besar. Sedangkan di masa-masa
balita, kakek lah yang lebih berpengaruh.
Saya
didaftarkan ke madrasah ibtidaiyah oleh kakek ketika masih duduk di bangku TK.
Saat itu belum ada yang namanya TPA yang lebih pas untuk usia saya saat itu. Saya
yakin waktu itu bukan waktunya tahun pelajaran baru. Entah apa pertimbangan
kakek mendaftarkan saya secara tiba-tiba ke madrasah. Saya juga tidak tahu apakah kakek koordinasi dulu atau tidak
dengan orang tua saya dalam hal pendaftaran ini. Saya ingat betul kakek mengajak
saya mendatangi kepala sekolah madrasah dan besoknya saya disuruh ikut sekolah
agama di madrasah dengan tante saya. Saya dimasukkan ke kelas untuk anak kelas
1, sedangkan tante sudah kelas 3.
Kakek sekeluarga (ayah saya yang berdiri di tengah) |
Pengalaman
hari pertama sekolah agama, saya begitu menderita karena guru menyuruh
anak-anak di kelas menulis basmalah dalam bahasa arab dan saya tidak bisa,
huaaa.... T_T Segitunya ya pikiran anak kecil. Padahal guru juga tentu tidak
akan menuntut anak yang baru saja masuk bangku sekolah.
Setiap malam,
saya menginap di rumah kakek. Waktu itu kedua adik saya masih kecil-kecil dan
mamah saya betul-betul kerepotan. Saat menjelang malam, kakek mengajarkan
banyak hal. Dari mulai cerita nabi, surat-surat pendek, doa-doa, syair-syair
pujian pada Tuhan sampai perkalian. Saya lihat kakek tertawa gembira dan
bertepuk tangan saat saya bisa mengucap ulang semua yang diajarkan Kakek. Saya
tidak mengerti, memang apa susahnya? Duh, betapa ajaibnya ya memori masa kecil.
Saya bahkan merasa tidak memakai energi sedikit pun saat menjawab pertanyaan
mengenai perkalian bilangan 12. Entah kemana ya kemampuan itu sekarang? Hehe...
Yang saya ingat adalah saya selalu mengaitkan apa yang kakek ucapkan dengan
sebuah gambaran di otak saya. Kalau kakek bertanya A, maka saya tinggal
memunculkan kenangan yang saya kaitkan dengan A, maka meluncurlah jawabannya di
mulut saya. Sekarang saya menilai, mungkin saya memiliki daya ingat visual ya.
Jadi bisa mengingat sesuatu melalui sebuah gambaran.
Nah, ketika
saya sudah lancar membaca, Kakek membeli buku cerita 25 Nabi dan Rasul
dalam bahasa sunda dan sebuah buku doa. Saya membaca buku cerita 25 Nabi dan
Rasul dengan susah payah. Ya sampai sekarang, saya memang termasuk pembaca
lambat. Saya agak sulit dalam mencerna sebuah bahan bacaan. Akhirnya, sepupu
saya yang lebih dulu menyelesaikan buku tersebut. Sedangkan saya lebih tertarik
pada buku doa.
Buku doa itu
berukuran buku saku namun cukup tebal. Di setiap halaman ada satu macam doa
dalam huruf arab dan latin, terjemahannya dan ilustrasi kartun warna hitam
putih. Buat saya buku itu demikian menakjubkan. Saya yang dimanjakan dengan
cerita-cerita dongeng seakan-akan menemukan jawaban. Sekarang saya tahu, jika
saya punya keinginan maka saya tinggal membaca doa. Sama dengan manusia-manusia
di negeri dongeng yang apabila ingin sesuatu maka tinggal melapalkan mantra,
simsalabim! Dan hap! Segala yang diinginkannya terjadi.
Demikian pula
dengan saya. Dengan berbekal keyakinan bahwa Tuhan saya adalah Allah, Sang
Pencipta Yang Maha Hebat, maka saya yakin Allah bakal mampu mengabulkan doa-doa
saya. Di situ Kakek saya membimbing bahwa jika Allah belum mengabulkan doa
kita, maka Allah lebih tahu saat yang terbaik untuk kita dalam mengabulkannya. Masya
Allah, terima kasih Kakek. Semoga Allah merahmati dan melapangkan kuburmu.
Buku doa saya sekarang |
Sejak saat
itu saya membawa buku doa kemana-mana. Saat bangun tidur, saat masuk kamar
mandi, saat mau makan, saat hujan, saat masuk pasar tanpa malu saya buka
bukunya dan saya baca. Bagi saya saat itu, buku doa adalah buku mantra. Kun
fayakun! Dan hap! Dia akan memberikan kebaikan-kebaikan pada saya seperti yang
tersurat dalam doa-doa yang saya ucapkan.
*tulisan ini dibuat saat saya rehat sejenak menghapal doa-doa
*tulisan ini dibuat saat saya rehat sejenak menghapal doa-doa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih ya atas kunjungan dan komentarnya ^^