Memiliki anak yang tidak suka nasi memang bikin
deg-degan. Setiap ibu ingin anaknya sehat, makannya banyak, tidak pemilih
makanan (picky eater). Kenyataannya Ade, anak bontot saya yang hampir menginjak
usia 7 tahun ini tidak suka nasi. Tentunya keadaan seperti ini membuat saya
pusing tujuh keliling. Padahal Ade, anaknya aktif sekali. Berbagai upaya
dilakukan dari mulai membujuk, mengolah beras dalam bentuk lain, hingga
konsultasi ke dokter ahli.
![]() |
Ade anaknya aktif |
Saya mulai mengenalkan nasi pada Ade di usia 1 tahun
dan dia tidak menolak. Mulai umur 1 tahun itu, saya biasa menyuapi Ade dengan
nasi yang dicampur kuah sup supaya mudah ditelan. Namun, ketika Ade menginjak
usia 2 tahun, dia memuntahkan nasi dari mulutnya. Mula-mula Ade mengecap-ngecap
tiap butiran nasi di lidahnya. Sesudah itu dia langsung mengeluarkan semuanya
ke lantai. Sejak saat itu, Ade selalu menutup mulutnya jika saya menyodorkan
nasi ke depan mulutnya.
Semakin besar, ketidaksukaan Ade pada nasi semakin
parah. Dari yang awalnya tidak mau makan nasi, berkembang jadi takut dan jijik
pada nasi. Jika di lantai ada nasi, maka Ade lebih baik berjalan memutar
daripada harus berpapasan atau malah menginjak nasi. Jika kami sekeluarga makan
di rumah makan, maka Ade akan memilih meja kosong menghindari meja kami yang
pasti tersaji nasi. Dan jika Ade pulang ke rumah sedangkan asap penanak nasi
sedang mengepul-ngepulnya karena sebentar lagi nasi di dalamnya akan matang,
maka Ade akan berteriak, “bau apa, ini?!!!”
Saya pernah mengkonsultasikan masalah ini pada dokter.
Namun dokter malah menegur saya. Dokter bilang, “Karbohidrat itu
bermacam-macam, Bu. Tidak hanya nasi. Ibu jangan mau mudahnya saja. Cobalah
kreatif mengolah bahan makanan lain yang gizinya setara dengan nasi.”
Weleh...weleh...malah ibunya dibilang nggak mau
susah :D
Ade suka berbagai jenis makanan seperti pisang dan tahu, kecuali nasi |
Melihat keadaan Ade, suamiku pernah bilang bahwa
kasus Ade itu lebih gampang dibanding anak yang tidak suka sayur dan buah. Jika
anak tidak mau nasi, maka masih banyak sumber karbohidrat dari makanan lain
yang bisa diberikan pada anak. Tapi kalau anak tidak suka sayur dan buah, kita
harus menggantinya dengan apa?
Mendengar ucapan suami, saya cukup terhibur dan
kembali bersemangat. Ya, Ade memang tidak suka ‘cuma’ nasi. Tapi selain nasi,
dia suka makan apa saja. Singkong, jagung, ubi, pasta, roti, mie, wortel, bunga
kol, buncis, tahu, tempe, ikan, daging serta segala jenis buah seperti pisang,
semangka, apel, nanas, nangka, dan banyak lagi. Jadi saya sebetulnya tidak perlu
khawatir.
Sekarang Ade menginjak kelas 1 SD. Sekolahnya
menerapkan sistem full day system. Masuk pukul 8.00 dan selesai pukul 16.00.
Otomatis dia makan siang di sekolah. Nah, kondisi ini yang membuatku kembali
khawatir. Sekolah tentu tidak mengistimewakan salah seorang yang berbeda.
Kondisi anak dipukul rata. Makanan pokoknya semua nasi. Pada akhirnya Ade hanya
memakan lauk, sayur dan buahnya saja.
Karbohidrat pengganti nasi: perkedel kentang, ubi dan jagung rebus |
Saya berusaha membuatkan bekal untuk Ade supaya
kebutuhan karbohidratnya terpenuhi. Namun mungkin karena penampilannya sudah
tidak menarik atau sudah dingin, membuat Ade kehilangan selera untuk
memakannya. Saya benar-benar kesulitan mengontrol makan Ade saat di sekolah.
Pada akhirnya saya mencoba memaksimalkan asupan makanan Ade sebelum dia
berangkat ke sekolah.
Menurut data yang saya baca, kebutuhan energi anak
sekolah dasar (usia 7-12 tahun) berkisar antara 1800-2200 Kkal. Saya pun putar
otak untuk mengakalinya. Saat bangun di pagi hari, Ade selalu minta dibuatkan susu.
Ade suka sekali susu. Sehari bisa minum susu minimal 3 gelas. Saya beri Ade jenis
susu dengan kandungan gizi yang sesuai usianya. Saya baca di kemasan susunya,
setiap satu sajian mengandung energi 180 Kkal. Berarti jika Ade minum susu 3
sajian sehari, setidaknya 25% energi Ade sudah terpenuhi. Jika begitu, kini
saya harus memikirkan bagaimana sisa yang 75%-nya bisa terpenuhi dari berbagai
asupan bergizi lainnya.
Memang sih, bagusnya saya menghitung asupan gizi
tidak berdasarkan kalori saja melainkan dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Tapi
bagi saya yang bukan seorang ahli gizi, hal itu masih terasa rumit. Jadi,
patokan saya untuk saat ini memastikan yang di makan Ade merupakan bahan-bahan
makanan bergizi. Itu saja dulu.
Lanjut ya. Nah, setelah Ade mandi, saya biasa
memberikan dia sarapan. Bisa setangkup roti bakar, jagung rebus, pasta, pisang
goreng, tahu goreng, apa pun yang tersedia di rumah. Untuk lebih meyakinkan
hati saya, saya melengkapi asupan gizi untuk Ade dengan memberinya madu. Saya
termasuk orang yang percaya dengan khasiat madu. Saat ini saya memberikan Madu
Suplemen Pertumbuhan Anak Grow n Health pada Ade.
Ade suka sekali madu Grow n Health |
Yuk, kita lihat satu persatu manfaat dari zat-zat
yang terkandung dalam Madu Suplemen Pertumbuhan Anak Grow n Health ini.
Madu
![]() |
foto dari Wikipedia |
Ekstrak
Ikan Gabus (Albumin)
![]() |
Ikan gabus (foto dari Wikipedia) |
Salah satu jenis protein yang banyak terdapat pada
ikan gabus yaitu albumin. Albumin bermanfaat dalam proses penyembuhan luka dan
menjaga kestabilan kadar cairan dalam tubuh. Wuiiih...penting banget ya fungsi ‘Si
Albumin’ ini.
Ekstrak
Temulawak
![]() |
Temulawak (foto dari Wikipedia) |
Ekstrak
Kulit Manggis
![]() |
Manggis (foto dari Wikipedia) |
Nah, itu ternyata kandungan dari madu Grow n Health.
Oya, seperti yang tertulis di kemasannya, semua bahan baku Grow n Health sudah
melalui proses seleksi dan melalui proses sertifikasi halal dan keamanan
pangan. Jadi saya merasa lebih yakin menggunakannya. Kini, Ade sudah
menghabiskan setengah botol Grow n Health. Alhamdulillah, dia suka dan kesehatannya
pun terjaga bahkan di cuaca buruk seperti sekarang ini.
Bagi bunda yang ingin mengetahui penjelasan lebih
lengkap tentang madu Grow n Health ini, bisa melalui:
Website: www.grownhealth.org atau www.grownhealth.co.id
Instagram: grownhealth
Email: tanya@grownhealth.co.id
Facebook Page: GrowNHealth
Twitter: GrowNHealth
WA: 087834464222
BBM: D29550E4 (0=nol)
Jangan lupa menyertakan kode: KBGNH19