Bapusipda Jabar sebagai layanan peningkatan edukasi masyarakat (foto dari sini) |
Buku adalah benda yang paling memikat
hati saya dibanding apa pun. Berada di toko buku, pameran buku atau
perpustakaan bagi saya rasanya seperti di surga yang penuh dengan bunga-bunga indah
nan wangi. Rasanya ingin menikmati pengalaman menyentuhnya, mengisap wanginya
dan meresapinya.
Dulu, buku apa pun saya baca. Keinginan
membaca bagaikan dahaga yang terus menerus minta dipuaskan. Hal ini membuat
saya jadi lebih waspada saat melihat anak-anak saya mengalami hal yang sama.
Saya khawatir mereka membaca sembarang buku tanpa kontrol demi menghapus lapar
baca mereka.
Terus apakah karena hal itu saya jadi
tukang belanja buku? Nggak juga. Karena terus terang pada awalnya saya tidak
punya bujet khusus untuk membeli buku. Karenanya saya putar otak mengakalinya.
Cara
Saya Mendapatkan Buku:
- Menjadi anggota perpustakaan seperti Bapusipda dan berbagai taman bacaan
- Membeli buku-buku bekas
- Membeli buku-buku diskon, baik di toko maupun di pameran
- Ikut kuis-kuis berhadiah buku baik di radio, pameran maupun media sosial
- Akhirnya mencari penghasilan, khusus untuk belanja buku, seperti menulis artikel dan buku-buku.
Pertimbangan
Membeli Buku
Omong-omong tentang belanja buku, fokus
jenis buku yang saya beli sekarang bergeser pada kebutuhan akan bahan referensi
tulisan. Kalau dulu buku apa saja saya tertarik membacanya. Kalau sekarang saya
hanya tertarik pada buku-buku yang bahannya ingin saya garap menjadi sebuah
tulisan. Kecuali, ya kecuali ada buku di luar itu yang benar-benar menarik dan
ramai dibicarakan orang. Saya pasti penasaran ingin membacanya.
Mengenai harga, selama kualitas isinya
sesuai dan saya mampu membelinya, saya tidak masalah. Karena kalau referensinya
berkualitas tentu saya bakal menghasilkan buku yang berkualitas pula.
Masalah
Krusial dalam Dunia Penerbitan Indonesia
Jujur karena saya bukan orang penerbitan,
saya tidak tahu persis masalah jelasnya yang terjadi dalam dunia penerbitan.
Sebagai konsumen buku, paling saya hanya merasakan harga buku yang masih cukup
mahal dibanding kualitas fisik buku. Sedangkan sebagai penulis, saya merasa
hak-hak penulis masih terabaikan. Sedangkan sebagai pengamat minat baca dan
tulis di masyarakat, saya memandang penggunaan buku sebagai produk dari
penerbitan belum diterima dan dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat. Yang
ada, khusus untuk buku pelajaran, masyarakat malah ngedumel karena sekolah
mewajibkan anaknya memiliki buku-buku penunjang pelajaran.
Dalam hal ini, menurut saya, yang
seharusnya bertindak adalah pemerintah sebagai pemangku kekusaan. Mau ada
organisasi penerbitan, banyak penerbitan berdiri, banyak penulis bermunculan,
banyak buku-buku diterbitkan, selama tidak ada perhatian yang lebih khusus dari
pemerintah dalam hal penerbitan buku, maka yang terjadi dunia penerbitan akan
berjalan apa adanya saja. Tidak menghasilkan sesuatu yang maksimal. Kalau seandainya pemerintah menyadari akan
pentingnya membangun masyarakat yang cerdas, mestinya dibuat lembaga khusus
yang menangani masalah perbukuan.
Saya setuju dengan harapan Pak Bambang
Trim dalam bukunya, Apa & Bagaimana
Menerbitkan Buku. Di situ tertulis: “Pemerintah memang perlu membentuk sebuah badan yang bertanggung
jawab langsung kepada presiden, yaitu Badan Pengembangan Perbukuan Indonesia
yang bertugas memantau percepatan industri kreatif penerbitan buku untuk dapat
bersaing di negeri sendiri maupun di luar negeri, terutama peningkatan minat membaca
dan minat menulis. Badan seperti ini juga telah banyak dimiliki negara-negara
lain, seperti Singapura yang memiliki National
Book Development Council dan Malaysia yang memiliki National Book Council
of Malaysia di bawah Kementrian Pendidikan Malaysia.”
Saya menyempatkan diri mengunjungi laman badan buku milik salah satu negara tetangga. Duh, saya merinding deh baca kata
pengantar Dr. A ‘Azmi bin Shahri selaku direktur MBKM (Majelis Buku Kebangsaan
Malaysia/National Book Council of
Malaysia) di website MBKM, terutama bagian yang ini:
“The Council’s members consisted of representatives from several
ministries and government agencies, book industry organisations and
non-governmental organisations that were linked to the industry and its
development, as well as individuals who were regarded to own specific skills to
safeguard the Council’s interest and assist the Council in achieving its
objectives.”
Itukan harapan saya bangeeet.... Kapan dong, Indonesia punya badan buku/book council kayak mereka? T_T
Tampilan laman The Book Council of Singapore |
Pentingnya Badan Perbukuan Nasional
Kalau kita ingin mengukur sepenting
apakah keberadaan badan ini. Coba buat sebuah perbandingan. Pemerintah merasa
perlu membuat BNN (Badan Narkotika Nasional) untuk memberantas peredaran
narkotika yang bisa merusak masyarakat Indonesia. Atau pemerintah merasa perlu
mendirikan BIN (Badan Intelejen Nasional) untuk menjaga keamanan bangsa
Indonesia dari ancaman teroris. Nah, kenapa pemerintah tidak merasa perlu
membuat BBN (Badan Buku Nasional) dalam upaya mencerdaskan masyarakat melalui
buku? Mengapa kebodohan bukan dianggap sebagai sebuah bahaya yang harus
diberantas? Bukankah dampaknya sama saja merusak masyarakat Indonesia?
Dengan adanya lembaga negara khusus yang
menangani masalah perbukuan, setidaknya saya punya harapan sebagai berikut:
- Pengadaan buku-buku untuk pendidikan lebih diperhatikan kualitas isi, penerbitan dan distribusinya.
- Penggalakan minat baca masyarakat lebih ditingkatkan lagi dengan menyebar buku-buku bacaan bermutu ke tingkat masyarakat paling bawah.
- Adanya perhatian pada para penulis buku berupa kesejahteraan dan penghargaan sehingga para penulis terpacu untuk membuat tulisan-tulisan berkualitas
- Memantau dan menyokong penerbit untuk membuat buku-buku berkualitas dengan harga terjangkau
Nah, bagaimana? Siapkah Bapak-Bapak dan
Ibu-Ibu ahli perbukuan mengemban tugas tersebut kalau seandainya presiden
benar-benar mendirikan Badan Buku Nasional? Saya percaya, orang-orang perbukuan
adalah orang-orang yang mencintai dunia literasi. Begitu kepercayaan ada di
tangan, maka saat itulah perubahan akan dimulai. Insya Allah...
Tulisan di atas di ikutsertakan dalam Parade Blog IKAPI JABAR - SYAAMIL QURAN
Keren, Bun. Detail uy! Sukses ya! Semoga harapan akan adanya Badan Buku Nasional terkabul. :)
BalasHapusTerima kasih Santi, aamiin...Udah ngos2an nih. Ntar aku ke sana ya :)
BalasHapusAamiin... Moga harapannya terkabul ya, Mbak :)
BalasHapusTerima kasih mba Izzah Annisa :)
BalasHapusLuar biasa...saya suka.
BalasHapusAlhamdulillah....Terima kasih Mbak Tuti Prasetya atas kunjungan dan supportnya.
Hapus