Gambar dari sini |
Saat saya
masih kanak-kanak, saya pernah membaca buku cerita tentang seorang pemuda yang
ingin memberi persembahan pada rajanya yang adil dan bijaksana. Namun apa daya,
ia hanyalah seorang pemuda miskin. Ia hanya memiliki sekeping uang perak saja
dan sebidang tanah peninggalan orang tuanya. Lalu ia pergi ke pasar dengan
harapan bisa membeli sesuatu untuk rajanya. Ternyata uang peraknya itu hanya
bisa dibelikan biji sawi sebanyak yang menempel di ujung jari telunjuknya. Tapi
pemuda itu tidak peduli. Segera ia pulang ke rumahnya dan menanam biji-biji
sawi tersebut. Setiap hari kebun sawinya disiram dan dirawat dengan baik. Dibersihkannya
dari rumput-rumput pengganggu dan dijauhkannya dari ulat-ulat yang bakal merusaknya.
Hari demi hari, minggu demi minggu, akhirnya tumbuhlah pohon-pohon sawi yang
besar-besar dan sehat. Hingga akhirnya sang pemuda dapat mempersembahkan
sawi-sawi yang sangat bagus pada sang raja.
Sungguh buku yang paling menarik bagi saya selaku anak saat itu dan sebagai orang tua sekarang. Cerita itu
saya baca kira-kira 30 tahun yang lalu. Namun jalan ceritanya, bentuk bukunya,
gambar-gambarnya masih jelas di benak saya. Dan yang terpenting pesan kebaikan
dari cerita tersebut telah menemani hidup saya selama ini. Entah bagaimana
prosesnya, tapi otak mungil saya saat itu langsung menyerap sebuah pelajaran
bahwa melakukan sesuatu biar pun hal kecil tapi kalau dilakukan sungguh-sungguh
maka akan menghasilkan sesuatu yang besar atau hebat.
Nah, bukankah
luar biasa dampak dari buku yang saya baca? Mungkin kalau orang tua saya
berkali-kali menasihati saya tentang hal itu, saya tidak akan begitu
mengingatnya sampai lama.
Dari pengalaman
tersebut saya memahami bahwa buku anak yang berkualitas sangat penting
keberadaanya dalam upaya membangun pemahaman dan karakter anak. Sebaliknya buku
yang buruk, akan merusak pikiran dan jiwa anak. Oleh karenanya, penyusunan
buku anak tidak boleh asal-asalan tapi harus melalui proses sungguh-sungguh
sehingga pesan-pesan kebaikanlah yang akan sampai pada anak. Dalam hal ini tentu para penulis bacaan anak dan ahli perbukuan Indonesia harus menggarap serius buku-buku bacaan anak. Sehingga buku anak tidak hanya menarik dari sisi penampilan saja dan tidak sekadar menarik sebagai bacaan saja. Tapi benar-benar bermanfaat bagi si pembacanya, yang dalam hal ini anak-anak yang masih murni pikirannya.
Perkembangan Buku Anak di Indonesia
Jenis picture book |
Mengenai perkembangan buku anak di Indonesia, saya sebagai konsumen memandang adanya tren-tren yang datang silih berganti. Dulu, saya sering membelikan anak usia balita semacam picture book. Buku tipis, banyak gambarnya, sedikit tulisannya. Pertimbangan saya waktu itu, selain harganya murah, juga habis sekali baca. Anak-anak tidak pernah bosan dengan cerita-ceritanya. Mereka kerap meminta saya membaca isinya sampai berulang kali.
Namun semakin
kesini pilihannya semakin beragam. Dari mulai board book, ensiklopedia, sampai dongeng-dongeng yang bisa
dibacakan selama satu tahun. Yang menyamakan buku-buku tersebut adalah
ketebalannya. Bisa jadi tebal per halamannya atau tebal sampulnya. Yang pasti, harga
jatuhnya cukup mahal. Namun sepertinya penerbit tetap optimis dengan buku-buku jenis demikian. Buktinya buku-buku semacam itu
terus bermunculan. Mungkin penerbit melihat kesadaran orang tua mengenai
pentingnya buku bagi anak terus meningkat. Selain itu cara pembayarannya pun
ada yang menggunakan sistem cicilan/arisan. Sehingga para orang tua tidak
merasa berat membelinya.
Jenis board book untuk balita |
Itu tadi,
buku untuk usia balita. Melangkah ke buku anak usia SD. Saat ini tren yang
muncul adalah buku yang ditulis oleh anak. Untuk hal ini saya memberikan acungan
dua jempol bagi penerbit yang telah memberi kesempatan kepada anak-anak
Indonesia untuk menerbitkan karya tulis mereka. Dari cerita-cerita mereka
muncul berbagai cerita lugu namun luar biasa. Kita patut bangga memiliki
generasi calon penerus bangsa yang mahir menulis. Karena dengan tulisanlah ilmu
dan sejarah dapat diabadikan dan ditelusuri jejaknya.
Buku anak yang ditulis oleh anak-anak (penulis cilik). Foto dok. pribadi |
Lalu, bagaimana
dengan buku-buku anak usia SD yang ditulis oleh orang dewasa? Saya kira, buku genre
anak tersebut sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Bentuknya
kebanyakan berupa buku fiksi maupun non fiksi kurang dari 200 halaman. Isinya bisa berupa novel
realis, novel fantasi, kumpulan cerpen atau buku bimbingan Islam. Kita bisa
melihat beragam judul ditawarkan di toko-toko buku.
Menurut
informasi seorang kawan yang bekerja di penerbitan, sebuah buku tidak bisa dipajang lama-lama di rak utama toko. Pasalnya, buku lain sudah
mengantri di belakangnya. Demikian pula halnya yang berlaku pada buku anak. Dan
itu menjadi bukti bahwa buku anak pun sedang mengalami perkembangan pesat
secara kuantitas.
Di satu sisi, kenyataan ini
patut disyukuri karena berarti bermunculannya kreatifitas para penulis
Indonesia. Namun di sisi lain, hukum alam akan tetap berlaku. Pada akhirnya penulis buku
berkualitaslah yang akan bertahan lama dan bukunya diminati konsumen. Mudahan-mudahan
dengan persaingan tersebut, bukan memadamkan semangat namun malah melecut para
penulis bacaan anak untuk meningkatkan kemampuannya lebih baik dan lebih baik lagi.
Karena tanggung jawab besar ada di pundak mereka. Taruhannya kualitas generasi
penerus bangsa. Buku-buku yang baik akan membentuk prilaku baik. Dan buku-buku
yang buruk akan membentuk prilaku buruk.
Tulisan di atas di ikutsertakan dalam Parade Blog IKAPI JABAR - SYAAMIL QURAN
selaluuu mantap, Teh Yas mah :)
BalasHapusHihi...sebetulnya malu, Teh Irma. Tapi nuhun yah... ^^
BalasHapussaya br tau perkembangan sampai buku untuk usia balita aja, soalny anaknya masih balita hihihi...
BalasHapussukses yah mak :)
Hihi..sama kayak waktu saya baru punya balita Gak pernah tahu hari libur sekolah, gak pernah ngeh tahun ajaran baru :D
BalasHapusBtw, makasih udah berkunjung ya, Mak ^^