Sebuah cerita menjadi menarik, salah satunya karena adanya konflik yang dialami sang tokoh. Pembaca biasanya menunggu-nunggu bagian konflik ini. Mereka ingin tahu reaksi sang tokoh menghadapi konflik ini dan usaha apa yang dilakukannya untuk keluar dari konflik yang dialaminya.
Seorang penulis yang baik, mampu membuat dan menggambarkan konflik semenarik mungkin sehingga membuat pembaca merasa terlibat dalam konflik itu. Pembaca akan ikut marah, sedih, kesal atau lega saat sang tokoh sedang bergelut dengan konfliknya.
Untuk membuat konflik yang menarik, cobalah bayangkan kalau kamu menghadapi masalah-masalah yang berat dan unik. Tapi, bukan berharap dapat masalah berat, ya. Ini hanya berandai-andai saja lho. Lalu, bayangkan pula, kira-kira bagaimana pemecahannya supaya kamu bisa keluar dari masalah itu. Tapi keluar dari masalahnya, jangan mulus begitu saja ya. Bayangkan juga, misalnya ada hambatan-hambatan yang mempersulit. Sehingga kamu harus berjuang menyingkirkan atau mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
Tentang konflik ini kamu juga bisa mengambil pengalaman teman-temanmu atau barangkali kamu pernah baca di majalah atau nonton di televisi saat seseorang punya suatu masalah dan cara dia mengatasi masalah tersebut.
Nah, kalau kamu sudah dapat gambaran konflik, suasana dan solusinya, pindahkan gambaran itu pada sang tokoh cerita dengan selengkap-lengkapnya.
Oke, sekarang kita lihat saja yuk, konflik di novel Petualangan Joanna. Konflik di novel Petualangan Joanna sudah dimunculkan sejak awal yaitu kepenasaran Joanna dan teman-temannya terhadap crop circle. Resiko konflik dimunculkan dari awal, novel akan jadi sangat membosankan kalau sepanjang cerita hanya berkutat pada penyelesaian konflik. Jadi, jangan sampai karena masalah crop circle dimunculkan sejak awal, terus nanti sepanjang ceritanya membahas crop circle saja. Kecuali, kita bisa memunculkan hal-hal menarik, yang diluar dugaan pembaca tentang crop circle itu.
Rencana awalnya, bisa jadi Husna memang hendak menjadikan ide crop circle itu sebagai konflik utama. Ketika awal menulis, Husna begitu menggebu-gebu di sekitar ide itu. Ketika sampai pada halaman 10, Husna mulai berpikir, kalau seandainya tokoh Joanna sampai ke Planet Torteklo, lalu selesai mendapatkan penjelasan tentang fenoma crop circle, setelah itu apa lagi?
Seperti disinggung di atas, kecuali Husna bisa memunculkan hal-hal menarik seputar crop circle yang lebih dalam lagi. Masalahnya, Husna merasa pengetahuannya tentang crop circle juga terbatas ditambah kekhawatiran kalau novelnya ‘terlalu mengada-ada’.
Berkaitan dengan novel yang dianggap seperti ‘mengada-ada’, kamu bisa simak nasihat dari Kak Koko Nata, seorang penulis dan pengurus komunitas penulis Forum Lingkar Pena: “Tidak perlu ragu-ragu membuat cerita fantasi. Karena negeri fantasi, baik yang menyisip dalam kehidupan manusia (seperti Harry Potter dan Narnia) atau full dunia imajinatif murni (seperti Lord of The Ring) punya aturan tersendiri. Meskipun sebagian orang bilang cerita fantasi itu nggak mungkin atau mengkhayal banget, tapi menulisnya juga butuh pengetahuan agar menjadi cerita yang menarik.”
Kembali ke kisah pembuatan Novel Petualangan Joanna. Akhirnya Husna memutuskan untuk membuat konflik baru dan klimaksnya yaitu penculikan dan penyelamatan teman-temannya di Planet Gregunio. Sedangkan bahasan tentang crop circlenya diselesaikan sejak Joanna ada di Planet Torteklo.
Hasilnya, Husna tidak menjadikan ide crop circle itu sebagai konflik utama. Crop circle hanya dijadikan pengantar untuk memancing rasa penasaran pembaca supaya mau mengikuti alur cerita.
Ending Cerita
Sekarang lanjut ke soal ending cerita. Ending cerita dibutuhkan supaya kita mendapat gambaran dan arahan kemana cerita kita akan sampai. Jadi, saat menulis cerita, walaupun kita membumbuinya kesana-kemari, akhirnya tetap menuju ending cerita yang sudah kita rencanakan.
Demikian pula saat Husna belum membuat ending cerita dari Petualangan Joanna. Waktu itu, Husna sudah menulis sampai 35 halaman dan belum menentukan ending dari ceritanya. Hasilnya, tulisan Husna tidak terarah karena kebanyakan ide. Husna ingin tokoh Joanna melakukan ini, melakukan itu, pergi ke sana, pergi ke sini. Padahal untuk bisa dibukukan, target menulis Husna cukup 45 halaman saja dan paling banyak 60 halaman.
Masih mending kalau Husna bisa menyambungkan semua alur ceritanya di ujung halaman. Kalau tidak, bukankah pembaca malah bingung karena diajak jalan-jalan ke berbagai arah yang tidak jelas ujungnya? Padahal, pembaca pasti mengharapkan ujung cerita itu mengerucut, membentuk kesimpulan dari berbagai kejadian yang ada di tengah-tengah cerita.
Berlanjut ke Materi 19
Ini adalah buku keren dari Husna Salsabila. Dibaca ya... Pasti kamu suka!
Ini adalah buku keren dari Husna Salsabila. Dibaca ya... Pasti kamu suka!
PCPK Me VS My Twin, karya Husna Salsabila |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih ya atas kunjungan dan komentarnya ^^